10 LAGU TENTANG HIDUP DI NUSANTARA
Ini adalah cerita tentang 10 lagu yang
berusaha menggambarkan pola kognitif tradisional orang-orang di kepulauan
nusantara indonesia raya ketika ia berdendang, menikmati alunan estetis kontur
yang tersusun atas nada-nada yang berbunyi. Ia berasal dari kotak kognitif
melodi yang mengisi ruang-ruang terestrial di kawasan kepulauan Indonesia yang
tetap saja masih memunculkan diri bahkan di tengah alunan dan ingar-bingar
injeksi alunan melodi yang lahir di belahan lain di planit bumi. Sepuluh adalah
angka dari pengelompokan oleh gerak melodis, dan sepuluh juga merupakan angka
yang menunjukkan multi-dimensionalitas yang unik dari karakter etnisitas yang
ingin ditampilkannya. Sepuluh ini menjadi satu yang harmoni dalam perspektif
kenusantaraan. Tiap melodi adalah juga melodi unik sebagaimana tiap lagu juga
menggambarkan lagu. Indonesia adalah gudang diversitas budaya tradisi yang saat
ini – sadar atau tidak sadar – ingin berteriak untuk dirayakan secara ekonomis,
politis, dan sosial. Mari mendengarkan 10 lagu, dan mari menikmati kebinekaan
yang justru mencipta kreasi kesatuan yang utuh dan persaudaraan yang kukuh.
Keberadaan lebih dari 500 suku bangsa di
Indonesia telah memungkinkan lahirnya berbagai pola alunan nada-nada melodis
yang menjadi cerminan karakter dasar sistem kognitif kolektif dari
masing-masing kelompok budaya/etnis tersebut. Estetika akan senantiasa
subyektif. Apa yang indah senantiasa kembali pada apresiasi individual, jika
tak kemudian terperangkap dalam kantong-kantong (clustering) dalam
kolektivitas yang dapat saja berbentuk etnisitas, kelas-kelas ekonomi, bahkan
komunitas-komunitas tertentu. Situasi subyektif inilah yang kemudian
berhadap-hadapan dengan upaya obyektifikasi atas estetika dalam produk-produk
industri budaya massa melalui proses komodifikasi yang menjadi corak
globalisasi.
Cara terbaik menghadapi kecenderungan
penyeragaman budaya yang langsung atau tak langsung menjadi sorotan dalam tren
globalisasi ini adalah dengan apresiasi yang setinggi-tingginya atas aspek
kelokalan dan penghargaan terhadap ekspresi bahkan hingga ke level individual.
Mengenali dan apresiasi atas lokalitas budaya merupakan cara paling bijaksana
dalam tren uniformisasi di era global ini. Diversitas budaya Indonesia merupakan
gudang artifak budaya yang tak ternilai harganya ketika sistem ekonomi
diperintah oleh inovasi dan kreativitas dalam artikulasi informasi dalam kancah
sistem sosial secara global saat ini.
Demikian pula dengan musik. Tidak ada kelompok
etnik di Indonesia yang tak memiliki karakter unik dari lagu yang secara
kolektif diterima sebagai bentuk keindahan yang audibel. Ada sesuatu di balik
lagu-lagu yang terdiseminasi di kalangan identitas kolektif Indonesia yang
membedakan sebuah lagu menjadi karakteristik suku Ambon yang berbeda dengan
Jawa, Dayak, Madura, Batak, dan sebagainya. Ini adalah wahana yang sangat kaya
dari entitas bangsa bernama Indonesia.
Meme tercermin dalam karya-karya dan artifak
kebudayaan manusia. Jika kita dapat menyaksikan kekerabatan kuman sifilis (Treponema
Pallidum) dan mana kuman tifus (Salmonella Typhosa) secara genetis,
maka melalui meme kita berharap dapat melihat kekerabatan sistem kognitif
kolektif satu kelompok etnik, misalnya orang Tapanuli dengan orang Jawa
Timuran. Bedanya, meme dilihat dengan melihat karakter dasar dari artifak yang
dominan di satu suku bangsa dengan dengan artifak di suku yang lain. Meme
dicerminkan di dalam artifak, di dalam lagu, motif pakaian, cara bertutur,
hingga adat-istiadat.
Sebuah lagu yang dikenal dan dinikmati secara
turun-temurun tentunya menjadi menarik ketika sesuatu di dalam lagu tersebut
memiliki afinitas dengan sekumpulan sistem kognitif dalam satu rumpun suku
tertentu yang tentunya memiliki relasi genetis pula. Di sini, terjadi
ko-evolusi antara meme dan gen, sehingga kita tahu bahwa secara kolektif lagu
tradisional Bungong Jeumpa merepresentasikan sistem kognitif
orang Aceh sementara Paris Berantai menunjukkan karakteristik
tertentu di antara orang-orang Melayu di Kalimantan Selatan.
Meme yang tercermin dalam lagu bisa berbentuk
apapun. Ia bisa berbentuk pola struktur nada-nada yang membentuk melodi lagu,
pergerakan nada-nada yang digunakan dalam sebuah lagu, efek naik turun lagu
yang “berputar-putar” di dalam sistem kognitif pendengar dan pendendangnya, dan
seterusnya. Berbagai struktur memetik ini, ketika diurutkan dan dianalisis
secara matematis menghasilkan pohon memetika lagu sebagai berikut:
Dalam gambar tersebut, kita melihat bagaimana
dari sekian puluh sampel lagu asli daerah di Indonesia terdapat
kelompok-kelompok lagu yang memiliki kemiripan struktur memetis. Penelitian yang
terkait hal ini dapat dilihat di dokumen laporan penelitian
Terdapat setidaknya sepuluh kelompok lagu di
situ. Di sini kita dapat mengenali lebih dekat apa-apa saja lagu-lagu tersebut.
Kita memilih satu lagu dari tiap kelompok lagu dari sisi liris dan tematikanya
untuk menampilkan diversitas dari apa yang ter-representasi dari lagu-lagu
nusantara raya. Sepuluh lagu ini mungkin dapat dikatakan merepresentasikan
siapa orang Indonesia secara melodis… (klik pada gambar
akan membawa anda ke alamat audio atau auvi dari lagu yang dimaksud)
1. O INA NI KEKE – dari
Minahasa
Merupakan sebuah lagu dolan yang secara liris kita ketahui merupakan bentuk sahut-sahutan antara anak laki-laki dan anak perempuan:
Merupakan sebuah lagu dolan yang secara liris kita ketahui merupakan bentuk sahut-sahutan antara anak laki-laki dan anak perempuan:
L: weane, weane, weane toyo
P: daimo siapa ko tare makiwe…
P: daimo siapa ko tare makiwe…
Yang jika ditranslasi langsung ke bahasa
Indonesia:
L: o h gadis, mau kemana?
P: aku mau ke Wenang, membeli baleko (semacam kue tradisional)
P: aku mau ke Wenang, membeli baleko (semacam kue tradisional)
L: berikan aku, berikan aku sedikit…
P: sudah terlambat, semua sudah habis…
P: sudah terlambat, semua sudah habis…
2. PADANG bULAN –
Jawa Tengah
Sebuah lagu yang menggambarkan dolanan anak-anak di Jawa yang bergembira kerta raharja bermain di bawah sinar purnama. Lirik lagu ini menggambarkan hal ini,
Sebuah lagu yang menggambarkan dolanan anak-anak di Jawa yang bergembira kerta raharja bermain di bawah sinar purnama. Lirik lagu ini menggambarkan hal ini,
Yo pra kanca dolanan ing jaba, Padhang wulan
padhange kaya rina
Rembulane e sing awe awe, Ngilangake aja padha turu sore
Rembulane e sing awe awe, Ngilangake aja padha turu sore
Yo pra kanca dolanan ing jaba, Rame-rame kene
akeh kancane
Langite pancen sumebyar rina, Yo padha dolanan sinambi guyonan
Langite pancen sumebyar rina, Yo padha dolanan sinambi guyonan
Dengan terjemahan langsung kira-kira,
Ayo teman-teman bermain di luar rumah,
Terang bulan terangnya seperti siang
Bulannya melambai-lambai memanggil,
mengingatkan agar jangan tidur karena masih sore
Terang bulan terangnya seperti siang
Bulannya melambai-lambai memanggil,
mengingatkan agar jangan tidur karena masih sore
Ayo teman-teman bermain di luar rumah,
Ramai-ramai di sini banyak teman
Langitnya memang seperti siang,
Ayo bermain sambil bercanda tawa.
Ramai-ramai di sini banyak teman
Langitnya memang seperti siang,
Ayo bermain sambil bercanda tawa.
3. SARINANDE - Ambon
Lagu ini menggambarkan seorang anak gadis yang rajin dalam baktinya di rumah pada keluarga. Ia sedikit banyak menggambarkan keibaan akan seorang anak perempuan Sarinande yang matanya menangis, tapi bukan karena bersedih, tetapi oleh karena asap di tungku masak masuk ke matanya. Liriknya,
Lagu ini menggambarkan seorang anak gadis yang rajin dalam baktinya di rumah pada keluarga. Ia sedikit banyak menggambarkan keibaan akan seorang anak perempuan Sarinande yang matanya menangis, tapi bukan karena bersedih, tetapi oleh karena asap di tungku masak masuk ke matanya. Liriknya,
Sarinande, putri Sarinande, mangapa tangis,
matamu bangkak?
Aduh mama, aduh lah papa, La asap api masuk di mata
Aduh mama, aduh lah papa, La asap api masuk di mata
4. ATI RAJA – Sulawesi
Selatan
Ini merupakan sebuah lagu yang sangat spektakuler. Ia bukan dolanan, tapi bentuk pengucapan syukur dan sikap keberserahan diri pada sang khalik (monotheistik) yang luar biasa. Lagu ini kaya dengan legato dan mengandung bentuk sahut-menyahut antara instrumentasi yang menyertainya. Secara liris, ia juga jelas bukan lagu yang sederhana,
Ini merupakan sebuah lagu yang sangat spektakuler. Ia bukan dolanan, tapi bentuk pengucapan syukur dan sikap keberserahan diri pada sang khalik (monotheistik) yang luar biasa. Lagu ini kaya dengan legato dan mengandung bentuk sahut-menyahut antara instrumentasi yang menyertainya. Secara liris, ia juga jelas bukan lagu yang sederhana,
Se’re se’re ji batara baule
Ati raja, naki jai pa’nganroi baule Rajale alla kereaminjo
Ati ati ati raja Nitarima pappala’na baule
Mannamo ki minasai baule Ati raja, kipanai’ ri palatta’ baule
Rajale alla taballetommi Ati ati ati raja Na batara angkellai baule
Ati raja, naki jai pa’nganroi baule Rajale alla kereaminjo
Ati ati ati raja Nitarima pappala’na baule
Mannamo ki minasai baule Ati raja, kipanai’ ri palatta’ baule
Rajale alla taballetommi Ati ati ati raja Na batara angkellai baule
Yang terjemahan Indonesianya kira-kira adalah:
Hanya ada satu Tuhan
Hati Raja hanya kepada-Mulah tempat kami meminta.
Sebenar-benar yang mana,
Hati Raja diterima permintaan-permintaan walaupun hanya berhasrat
Hati Raja, buat permohonan.
Semua-semua hanya akan dikabulkan oleh Tuhan semata.
Hati Raja hanya kepada-Mulah tempat kami meminta.
Sebenar-benar yang mana,
Hati Raja diterima permintaan-permintaan walaupun hanya berhasrat
Hati Raja, buat permohonan.
Semua-semua hanya akan dikabulkan oleh Tuhan semata.
5. DEK SANGKE - Sumatera
Selatan
Secara liris merupakan sebuah lagu yang menunjukkan bentuk kekecewaan dalam relasi dengan orang lain dengan pesan moral bahwa tak selalu apa yang terlihat adalah apa yang menjadi kondisi aktual.
Secara liris merupakan sebuah lagu yang menunjukkan bentuk kekecewaan dalam relasi dengan orang lain dengan pesan moral bahwa tak selalu apa yang terlihat adalah apa yang menjadi kondisi aktual.
Dek sangke, aku dek sangke, awak tunak ngaku
juare,
Alamat badan ‘kan sare akkhirnye masuk penjare.
Dek sangke, aku dek sangke, ujiku bujang tak batanye tua bangke,
Anaknye ‘lah gadis gale.
Dek sangke, aku dek sangke, ujiku gadis tak batanye jende mude.
Anaknye ‘lah ade tige.
Dek sangke ture sangke,
cempedak babuah nangke…
Alamat badan ‘kan sare akkhirnye masuk penjare.
Dek sangke, aku dek sangke, ujiku bujang tak batanye tua bangke,
Anaknye ‘lah gadis gale.
Dek sangke, aku dek sangke, ujiku gadis tak batanye jende mude.
Anaknye ‘lah ade tige.
Dek sangke ture sangke,
cempedak babuah nangke…
Terjemahannya kira-kira,
Tak kusangka, tak disangka,
orang lemah mengaku hebat, akhirnya akan susah,
Tak kusangka, tak disangka, kukira bujang,
ternyata tua bangka, anaknya gadis semua,
Tak kusangka, tak disangka,
kukira gadis ternyata janda, anaknya ada tiga!
Tak kusangka, tak disangka,
cempedak berbuah nangka!
orang lemah mengaku hebat, akhirnya akan susah,
Tak kusangka, tak disangka, kukira bujang,
ternyata tua bangka, anaknya gadis semua,
Tak kusangka, tak disangka,
kukira gadis ternyata janda, anaknya ada tiga!
Tak kusangka, tak disangka,
cempedak berbuah nangka!
6. KAMBANGLAH BUNGO -
Minangkabau
Lagu ini bernuansa romansa tanah minang yang tak bisa lepas dari budaya yang tumbuh di atasnya. Sebuah lagu bernuansa melayu pedalaman Padang di belahan barat pulau Sumatera yang secara spektakuler lirisnya sangat kaya dengan perlambang yang unik sekali. Kemegahan budaya berkait dengan kegagahan yang maskulin dan ayoman yang feminin sekaligus dalam bentuk mekarnya kembang.
Lagu ini bernuansa romansa tanah minang yang tak bisa lepas dari budaya yang tumbuh di atasnya. Sebuah lagu bernuansa melayu pedalaman Padang di belahan barat pulau Sumatera yang secara spektakuler lirisnya sangat kaya dengan perlambang yang unik sekali. Kemegahan budaya berkait dengan kegagahan yang maskulin dan ayoman yang feminin sekaligus dalam bentuk mekarnya kembang.
Simambang riang ditarikan,
Di desa dusun Ranah Minang
Bungo kambang, sumarak anjuang,
Pusako Minang, tanah Pagaruyuang
Dipasuntiang siang malam,
Tabayang-bayang rumah nan gadang
Terjemahan bebasnya kira-kira,
Mekarlah bunga idaman yang megah,
Tari Simambang ditarikan
di kampung desa Tanah Minang
Bunga mekar, semarak anjungan rumah gadang,
pusaka minang, tanah Pagaruyung
dipersunting tiap waktu
dalam bayangan rumah yang besar (rumah gadang)
Tari Simambang ditarikan
di kampung desa Tanah Minang
Bunga mekar, semarak anjungan rumah gadang,
pusaka minang, tanah Pagaruyung
dipersunting tiap waktu
dalam bayangan rumah yang besar (rumah gadang)
7. HUHATEE - Maluku
Lagu ini berpesan moral pergaulan orang muda. Kehati-hatian diberikan dalam bentuk keriangan melodis bertempo sedang. Tema dan kemudaan serta wisdom yang dicerminkan lagu ini terlihat dari liriknya,
Lagu ini berpesan moral pergaulan orang muda. Kehati-hatian diberikan dalam bentuk keriangan melodis bertempo sedang. Tema dan kemudaan serta wisdom yang dicerminkan lagu ini terlihat dari liriknya,
Orang muda huhatee baek baek,
jangan sampai dapat kulit durian
Pasang mata telinga kalau mencari teman,
jangan sampai dapat kulit durian
jangan sampai dapat kulit durian
Pasang mata telinga kalau mencari teman,
jangan sampai dapat kulit durian
Huhatee, huhatee, huhatee baek baik,
jangan sampai sembarang oranglah kenal
Sioh jangan sioh jangan sioh
jangan paripi kulit durian sioh baduri
jangan sampai sembarang oranglah kenal
Sioh jangan sioh jangan sioh
jangan paripi kulit durian sioh baduri
8. TANDUK MAJENG – Madura
Ini merupakan lagu yang menggambarkan bentuk
kehidupan pesisir bahari nusantara raya. Bertempo lambat yang menggambarkan
langgam lagu yang menunjukkan heroisme mereka yang melaut dan hidup dari hasil
laut. Bagaimanapun laut merupakan sebuah jagat yang lain bagi manusia yang
terestrial dan ketika kehidupan bersandar padanya, heroisme muncul. Lagu ini
relevan bahkan mungkin tak hanya untuk masyarakat Madura, namun juga suku dan
kelompok etnik lain di Nusantara yang memang ber-geografi maritim.
Ngapote Wak Lajereh etangaleh,
Reng Majeng Tantona lah pade mole
Mon e tengguh Deri abid pajelennah,
Mase benyak’ah onggu le ollenah
Duuh mon ajelling Odiknah oreng majengan,
Abental ombek Asapok angin salanjenggah
Ole…olang, Paraonah alajereh,
Ole…olang, Alajereh ka Madureh
Reng Majeng Tantona lah pade mole
Mon e tengguh Deri abid pajelennah,
Mase benyak’ah onggu le ollenah
Duuh mon ajelling Odiknah oreng majengan,
Abental ombek Asapok angin salanjenggah
Ole…olang, Paraonah alajereh,
Ole…olang, Alajereh ka Madureh
Yang translasi Indonesianya secara kasar bisa
ditulis:
(layar) putihnya mulai kelihatan,
Orang nelayan (pencari ikan) tentulah sudah pada pulang
Kalau (dilihat) dari lamanya perjalanan,
Tentu hasil ikannya sangat banyak …
Duuh kalau dilihat hidupnya orang pencari ikan,
Berbantal ombak berselimut angin selamanya (sepanjang malam)
Ole… olang, perahunya mau berlayar,
Ole… olang, berlayar ke madura
Orang nelayan (pencari ikan) tentulah sudah pada pulang
Kalau (dilihat) dari lamanya perjalanan,
Tentu hasil ikannya sangat banyak …
Duuh kalau dilihat hidupnya orang pencari ikan,
Berbantal ombak berselimut angin selamanya (sepanjang malam)
Ole… olang, perahunya mau berlayar,
Ole… olang, berlayar ke madura
9. MAK INANG – Riau &
Sumatera Barat
Ini lagu sepi dengan langgam pantun melayu dari mereka yang berasal dari kawasan barat pulau Sumatera. Sebuah dendang yang seringkali jadi pengiring tarian tradisional. Gambarannya tentang kerinduan akan kampung halaman di tanah tempat merantau. Ada rasa sepi ketika perbedaan dengan budaya di tanah rantau terlihat (bait pertama). Ada rasa rindu ketika merasa berada jauh dari kampung halaman (baik kedua), dan ada rasa khawatir ketika risiko jatuh sakit muncul. Rasa sendiri secara liris namun menghibur secara melodis.
Ini lagu sepi dengan langgam pantun melayu dari mereka yang berasal dari kawasan barat pulau Sumatera. Sebuah dendang yang seringkali jadi pengiring tarian tradisional. Gambarannya tentang kerinduan akan kampung halaman di tanah tempat merantau. Ada rasa sepi ketika perbedaan dengan budaya di tanah rantau terlihat (bait pertama). Ada rasa rindu ketika merasa berada jauh dari kampung halaman (baik kedua), dan ada rasa khawatir ketika risiko jatuh sakit muncul. Rasa sendiri secara liris namun menghibur secara melodis.
Kami ini tak pandai menari,
sebarang tari kami tarikan.
Kami ini tak ahli menyanyi,
sebarang nyanyi kami nyanyikan.
sebarang tari kami tarikan.
Kami ini tak ahli menyanyi,
sebarang nyanyi kami nyanyikan.
Singkarak kotanya tinggi,
asam pauh dari seberang,
Awan berarak ‘lah ditangisi,
badan jauh di rantau orang.
asam pauh dari seberang,
Awan berarak ‘lah ditangisi,
badan jauh di rantau orang.
Asam pauh dari seberang,
tumbuhnya dekat, tepinya tebat.
Badan jauh di rantau orang,
sakit siapa akan mengubat…
tumbuhnya dekat, tepinya tebat.
Badan jauh di rantau orang,
sakit siapa akan mengubat…
10. SIGULEMPONG - Tapanuli
Ini merupakan lagu yang berasal dari pantun Tapanuli tentang kekasih yang dinanti tapi tak kunjung tiba. Bentuknya pantun dengan penekanan pada kata “sigulempong”. Sigulempong (atau sigule) merupakan sebuah kata tua yang dapat diartikan sejenis “boneka”. Memperhatikan majas “sigulempong” ini dan nadanya yang riang bertempo cepat, lagu ini dinyanyikan oleh seorang pria bukan kepada seorang wanita yang definitif, tetapi kepada kekasih yang menjadi impiannya. Secara liris, ia berbentuk pantun,
Ini merupakan lagu yang berasal dari pantun Tapanuli tentang kekasih yang dinanti tapi tak kunjung tiba. Bentuknya pantun dengan penekanan pada kata “sigulempong”. Sigulempong (atau sigule) merupakan sebuah kata tua yang dapat diartikan sejenis “boneka”. Memperhatikan majas “sigulempong” ini dan nadanya yang riang bertempo cepat, lagu ini dinyanyikan oleh seorang pria bukan kepada seorang wanita yang definitif, tetapi kepada kekasih yang menjadi impiannya. Secara liris, ia berbentuk pantun,
natinittip sanggar sigule sigule ,
saibahen huru huruan sigule,
sigulempong sigule gule
jolo sinukkun marga sigule sigule,
molo sairap hita nadua sigule
saibahen huru huruan sigule,
sigulempong sigule gule
jolo sinukkun marga sigule sigule,
molo sairap hita nadua sigule
sirma inang sarge,
dasai sirma inang sarge
tarsongoni doho hape
pargontingna dauk gale
dasai sirma inang sarge
tarsongoni doho hape
pargontingna dauk gale
salendang sapu tangan sigule sigule,
di atas ni batu nadua sigule
leleng maho ito da sigule sigule,
da sai hu pa imaima sigule
di atas ni batu nadua sigule
leleng maho ito da sigule sigule,
da sai hu pa imaima sigule
Dalam bahasa Indonesia, kira-kira
translasinya,
sanggar (sejenis tanaman) dipotong sama
panjang
untuk membuat huru (tanda yang ditaruh di tanduk kerbau)
Tanyalah dahulu asal-usul,
jika hendak selalu bersama,
untuk membuat huru (tanda yang ditaruh di tanduk kerbau)
Tanyalah dahulu asal-usul,
jika hendak selalu bersama,
selalulah tepati janjimu, kekasih (perempuan)
ternyata engkau begitu,
wahai perempuan yang cantik gemulai
ternyata engkau begitu,
wahai perempuan yang cantik gemulai
selendang sapu tangan ditaruh
di atas batu bersusun dua (sebagai tanda)
Lama sekali kau kutunggu kekasih,
senantiasa kau kutunggu…
di atas batu bersusun dua (sebagai tanda)
Lama sekali kau kutunggu kekasih,
senantiasa kau kutunggu…
Banyak cara melodis untuk mengungkapkan
ekspresi emosional orang-orang di Nusantara atas keberadaan dirinya,
hubungannya dengan sesamanya, harapannya akan masyarakatnya, kenangan masa
lalunya, hingga impiannya di masa mendatang. Imanensi atau transendentalitas,
semuanya merupakan untaian emosional yang tercermin dalam lirik lagu etnik
kenusantaraan. Namun pemilihan kata dalam lagu hanya sebagian dari diversitas
yang tersimpan dalam melodi dan naik turun melodi. Semua ini menjadi warna akan
ke-nusantara-an yang meski tetap bernilai tinggi dalam nominalitas, namun juga
bernilai tak berhingga dalam hal moralitas yang menyertainya. Mari merayakan
nusantara!