Selasa, 31 Mei 2016

Novel : Love Me (season 3)-part3

Malamnya saat di kamar Willa. Dia duduk di atas ranjang sambil mendengar headphonenya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi mengisyaratkan bahwa ada pesan masuk, dia meraih dan melihatnya dari Melfa. Melfa mengirimin dia sebuah video. Dia lalu melepaskan headsetnya dan kemudian dibuka video itu alhasil reaksinya, terkejut. Video tentang duet bersamanya dengan Vidi.
“Tak nyangka ternyata mereka ada merekamnya,” gumamnya.
Dia menonton berulang-ulang sampai habis, di sana dapat terlihat punggungnya dengan jelas kalau dia terlihat sangat gemetaran. Tangan kanannya memegang mic dan tangan kirinya terkepal menahan keringat. Sekali lagi ponselnya berbunyi, pesan dari Melfa.
“Jangan dinonton terus”
Willa mulai mengetik balasannya untuk Melfa.
“Bagaimana kau bisa kepikiran untuk merekamnya?” dia menekan tombol kirim.
Beberapa detik, “Aku dan Martin sudah bersekongkol untuk menyuruh Vidi nyanyi waktu itu lalu memaksamu. Kau senang?”
“Aku tak habis pikir bagaimana bisa dia mau duet bersamaku waktu itu?”
“Entah lah, aku dan semuanya juga terkejut saat itu. Ehmm mungkin dia mabuk waktu itu, haha”
“Ada benarnya juga kata katamu, mungkin dia mabuk”
“Jadi kau akan mencarinya lagi?”
“Tidak, dia sendiri sudah menyuruhku untuk tidak muncul lagi di hadapannya. Jadi aku akan menurutinya”
“Kau gila.. Bagaimana kau bisa menyetujuinya begitu saja. Huh cowok itu sangat egois!”
“Tidak apa apa. Aku sudah melupakannya jadi tidak masalah kalau tidak bertemu dengannya”
“Benar juga, kau pasti tidak akan merindukan dia. Benar bukan?”
Balasan terakhir Melfa membuat Willa berpikir bentar, benarkah dia tidak akan merindukan sosok cowok yang cuek dan egois itu? Tapi kenapa ada rasa gelisah yang menghantuinya?, entahlah dia sendiri masih bingung.
“Hei!! Aku dicuekin!” pesan Melfa membuat Willa terbangun dari lamunannya.
“Aku ketiduran Mel, kalau begitu aku akan lanjut tidur duluan yah. Besok harus cepat cepat bangun”
“Ok, selamat malam yuhuu.”
Willa tidak membalas pesannya lagi. Dia meletakkan hpnya kembali ke ranjangnya. Lalu merebahkan tubuhnya di ranjang menatap langit langit kamarnya.
“Kenapa kau muncul lagi Vid?” gumamnya, itu pertanyaan yang ingin di tanyanya ketika bertemu kembali dengan cowok dingin itu. Tapi aneh kenapa jika bertemu dengan cowok itu, mulutnya enggan untuk berbicara, tapi terkunci berat.

☯ ☯ ☯

Keesokannya dia berangkat kerja dengan perut kosong. Semua keluarganya bangun kesiangan sehingga tidak sempat mempersiapkan sarapan.
“Baik aku akan berhenti di sana lalu sarapan sebelum masuk kerja,” katanya kepada pajangan boneka hello kitty-nya yang terpajang di atas radio mobilnya.
Pajangan itu hanya terdiam tanpa menjawabnya, tapi tidak masalah bagi gadis itu, sebab dia sudah terbiasa berbicara dengan benda mati itu.
Mobilnya berhenti tepat di depan sebuah cafe langganannya. Cafe itu tidak terlalu jauh dari kantornya, dia dan Sherica sering makan siang di sini. Bahkan pelayannya sudah menghapal apa yang mau di pesannya.
Dia mendorong pintu cafe itu dan melangkah masuk. Langkahnya berhenti ketika matanya menangkap Vidison yang sedang menikmati kopinya. Vidi mendongak dan mendapati Willa sedang menatapnya. Mata mereka kemudian bertemu, detik berikutnya Willa di landa kegugupan. Dia lalu mengalihkan pandangannya dan melanjuti langkahnya.
“Seperti biasa yah,” katanya pada pelayan di sana.
“Baik non.”
Willa lalu mencari bangku dan meja kosong untuk di tempati. Tempat duduknya agak jauh dengan tempat duduknya Vidi. Dia ingat waktu itu mereka bertemu di sini dan tiba tiba dia datang lalu menariknya keluar membuat berpuluh puluh mata melihatnya. Sungguh sekarang dia baru merasakan betapa malunya saat itu. Beberapa menit, pesanannya datang. Dia buru buru menyantapnya.
10 menit kemudian Willa sudah keluar dari cafe itu. Vidi sudah tidak kelihatan sama sekali di sana, mungkin dia sudah pergi sejak Willa makan tadi.

☯ ☯ ☯

“Dia sombong banget, dia kira dia paling ganteng di dunia ini,” katanya kepada hello kitty-nya lagi sewaktu duduk di dalam mobil. “Aku pun tak mau ketemu dia kalau bukan kebetulan tadi. Aaahhh hari ini sial banget, ketemu cowok egois itu.”
Handphonenya Willa berdering, segera di raihnya. Ternyata Nikita menelponnya. Dia memasukkan headset ke telinganya lalu menekan tombol jawab pada handphone layar sentuhnya.
“Ada apa ni?” tanyanya sambil menyetir, “Nanti malam kemana?”
“Ada sesuatu yang mau aku omomgin ke kalian” suara Nikita terdengar begitu jelas seakan dia sedang duduk di samping Willa.
“Oh yah? Apa itu? Sepertinya serius banget”
“Makanya kamu harus datang malam ini. Aku tunggu seperti biasa yah di pub pada jam biasa juga,” katanya riang. “Oh yah, jangan lupa dandan yang cantik.”
“Eh kenapa aku harus dan…”
Suara tut..tut..tut.. terdengar, Nikita memang nyeselin banget. Orang belum selesai bicara tapi sudah di tutupnya duluan. Mungkin dia menyuruh mereka sengaja berdandan supaya terlihat kompak dan serasi. Baiklah dia akan menurutinya.

☯ ☯ ☯

Willa terlambat 5 menit sampai di kantor, karna macet yang menimpanya tadi. Dia berjalan ke ruangannya namun tak sengaja berpapasan dengan Sherica yang ternyata saat itu juga sedang mencarinya.
“Bos mencarimu!” katanya dengan wajah juteknya yang tidak biasa.
“Kamu kenapa? Sepertinya moodmu sedang tidak bagus hari ini,” Willa agak mendekat untuk menatap matanya Sherica. Sungguh aneh dengannya, tidak biasanya dia terlihat jutek seperti hari ini. Aneh aja sosok Sherica yang biasa sangat cerewet bisa jadi diam dan jutek seperti ini.
“Tidak, aku tidak apa apa. Boss mencarimu, pergilah”!
“Kenapa dia mencariku lagi? Aduu aku males banget menemuinya.”
“Eh,, seharusnya kau bangga punya boss yang seperti dia. Dia sangat menyayangimu”
“Jadiiii.. ini alasanmu kenapa moodmu tidak bagus hari ini”
“Bukan.. Tentu saja bukan”
Willa semakin mendekat, dia melihat sorot kebohongan di mata Sherica yang sudah berusaha di tutupinya sejak tadi.
“Baiklah aku ngaku, aku memang cemburu denganmu. Cemburu karna aku yang lebih duluan kerja di sini darimu tapi malah boss lebih mempercayaimu. Ini gak adil Wil. Aku benci kamu…” ucapnya sambil menahan tangis lalu berlalu dari hadapannya.
Willa ingin mengejar untuk menjelaskannya tapi tidak mungkin boss sedang mencarinya sekarang. Dia akan dalam masalah besar kalau di panggil tapi tak datang. Akhirnya Willa pun memutuskan untuk mencari bossnya lebih dulu baru menemukan Sherica, lagian mungkin Sherica sekarang sedang ingin menenangkan dirinya sendiri.

☯ ☯ ☯

Pria buncit itu sedang duduk di kursi berodanya sambil melototin Willa. Willa makin bingung sekaligus mengernyitkan dahi, apa salahnya sehingga bos melototin dia penuh dengan amarah. Apakah dia melakukan sesuatu yang salah?
“Bos memanggilku?” tanyanya dengan suara gemetar.
“Kau…” katanya terputus, membuat Willa menatapnya dengan serius dan kelihatan sekali dari raut wajahnya kalau dia menunggu kalimat kelanjutan bossnya itu. “Kau berhasil mempromosikan tas hermes yang sedang trend itu. Sekarang perusahan tas hermes itu sedang laris. Tas tas bermerek itu sudah di borong habis. Kau hebat Wil. Aku bangga mempunyai karyawan sepertimu,” lanjutnya dengan senyum lebarnya yang terlihat sangat beribawa itu. Dia berdiri dari bangkunya dan menuju ke tempat Willa berdiri, memeluknya sebentar dan kembali melanjutkan kata katanya.
“Ku harap dua minggu ke depan kau akan melakukannya seperti ini lagi. Semoga promosi iklan perusahan kita yang akan menang.”
“Boss serius boss? Maksud boss, drama iklan singkat yang waktu itu ku susun berhasil membuahkan banyak pelanggan?. Wahh ini saatnya aku bilang daebak.”
“Kau hebat nak..” katanya bangga sambil menepuk bahu Willa. Willa hanya tersenyum puas dan bahagia.
Willa keluar dari ruangan bossnya dan melangkah untuk mencari Sherica. Dimana sekarang keberadaan gadis itu? Gadis itu memang berhak marah padanya. Sebab dulu sebelum ada Willa yang bekerja di sini, Sherica menjadi karyawan kesayangan boss. Apa pun, dimana pun, kapan pun, Sherica selalu di panggil dan di beri kepercayaan seperti yang di alami Willa sekarang. Bisa di bilang semenjak adanya Willa memberikan nasib buruk pada Sherica, bisa di ibaratkan kalau Willa mencuri miliknya Sherica.
“Akhirnya aku berhasil menemukan teman unikku ini” hiburnya, setelah menemukan Sherica yang sedang berdiri di loteng perusahaan, dia sedang memandang ke bawah jalan. Mungkin dengan melihat pemandangan itu bisa membuat hatinya lega kembali.
“Untuk apa kau mencariku? Boss yang memerlukanmu bukan aku.”
“Aku sudah menemuinya, kenapa denganmu Sher? Kau bicara apa dengannya?”
“Tidak, tenang aja.” Jawabnya cuek. “Aku tidak membicarakanmu yang buruk padanya.”
“Maksudmu?”
“Lupakan, aku sedang males untuk berbicara,” katanya sambil balik dan melangkah keluar dari sana, mungkin suasana moodnya sedang tidak seceria semalam. Kalau moodnya tidak bagus dia memang tidak bisa di ganggu.
“Oh iya,, aku harus bersiap siap pulang, ada janji jam 8 dengan Nikita nanti malam,” Ucapnya pada diri sendiri sambil melihat arloji mungilnya.

☯ ☯ ☯
Willa sampai di tempat yang di janjikan di pub biasa, tapi dia tidak melihat Nikita atau siapa pun di sana. Mungkin mereka belum sampai dan ketimpa macet di jalan, bisiknya dalam hati. Ia pun duduk di depan bar, dia baru akan menelpon temannya ketika seorang pelayan lelaki datang dan berdiri di sampingnya.
“Maaf menganggu mbak..” ujarnya ramah. “Apa anda mbak Willachell?” tanya pelayan itu dengan senyum ramahnya sekaligus.
Willa mengangguk ringan, “Ada apa yah?”
“Begini mbak, anda sudah di tunggu seseorang di dalam ruangan!” pelayan itu menunjuk ke sebuah lorong. Lorong itu adalah tempat masuknya dari bar menuju ke sebuah ruangan V.I.P. Kebanyakan orang memakainya untuk berkencan, makan malam, rapat perusahaan, dan acara acara perayaan lainnya.
“Oh yah? Siapa?”
“Maaf mbak, mereka menyuruhku untuk tidak memberitahukan kepada mbak!”
Willa mengerutkan dahi dan mencoba menebak siapa seseorang yang telah menunggunya. Apakah mereka adalah temannya. Apakah temannya mau memberikan suprise untuknya?. Tapi hari apa ini? Ulang tahunnya masih lama, bulan April. Sedangkan ini baru akhir bulan Januari. Jadi tidak mungkin itu temannya atau apakah pelayan ini salah orang?
“Maaf mas, mungkin anda salah orang.”
“Ya?” katanya dengan alis terangkat sungguh ekspresi yang lucu “Ti.. Tidak mungkin mbak, anda di sini karna janjian dengan seseorang yang bernama Nikita bukan?”
Sekali lagi Willaa mengangguk.
“Memang benar saya sedang menunggunya tapi mereka belum datang!”
“Mereka sudah sampai di dalam ruangan itu dan menunggu kehadiran mbak Willa. Kalau mbak tidak percaya, coba mbak nelpon mereka terlebih dahulu untuk memastikan.”
Willa pun menyetujui saran pelayan lelaki itu, dia mencari nomor telepon Nikita di handphonenya dan menekan tombol warna hijau lalu menempelkannya di telinga.
“Haloo??” jawab seseorang dengan suara cerianya di seberang sana.
“Ni.. Kau dimana? Aku sudah sampai.”
“Kau sudah sampai? Kami sedang menunggumu di ruangan V.I.P. Aahh pasti pelayan sialan itu tidak memberitahumu yah?”
“Kau di ruangan itu?”
“Iya, kami sudah sampai di sini semua. Ayo,, Cepat kesini, semua sudah menantimu”
“Baiklah.” Willa pun menutup telponnya.
Dia mengehela napas panjang dan tersenyum malu kepada pelayan lelaki itu.
“Anda benar mass! Maaf tidak mempercayaimu tadi.”
“Tidak apa apa, kalau begitu, mari saya antar!”
“Maaf merepotkan.”
Pelayan lelaki itu berjalan duluan sedangkan Willa mengikutinya dari belakang. Ntah kenapa tiba tiba dia merasa gugup.

☯ ☯ ☯

“Kita berhasil!!!” teriak Nikita sambil mengtos telapak tangan pria dihadapannya. Lelaki itu tersenyum lebar dan merasa sangat bahagia ketika melihat senyuman Nikita.
“Ada apa?” tanya Nikita ketika dilihatnya shendy hanya menatapinya tetapi tidak memberikan komentar apapun selain senyumnya.
“Kau hebat,” pujinya.
“Jangan berkata begitu. Ini tidak akan berhasil tanpa bantuanmu juga Shen!”
Saat ini mereka sedang duduk di taman yang hanya berjarak sekitar 100 meter dengan pub itu dan menikmati pemandangan pada malam hari. Tadi sepulang dari kantor, Nikita sudah ditunggu oleh Shendy di mobilnya dalam beberapa detik mobil Shendy langsung melaju ke tempat pub, memesan ruangan khusus untuk Vidi dan Willa. Mereka berdua ingin mencomblangkan Vidi dan Willa menjadi pasangan.
“Bantuanku tidak seberapa dengan bantuanmu ni. Aku hanya menelpon Vidi dan membohonginya, sedangkan kamu, kamu yang merencakan ide ini semua, menelpon Willa, memesan ruangan V.I.P, menyewa pela…”
Kata kata Shendy tidak terucap semua karna Nikita sudah duluan menutup mulut Shendy dengan jarinya terlebih dahulu.
“Jangan membahas itu lagi, lebih adilnya kita berdua sama sama telah berusaha. Semoga mereka berdua ngomong banyak hari ini, kalau tidak akan sia sia saja semuanya.”
“Aku takut Vidi akan keluar begitu melihat Willa masuk.”
“Tenang! Aku lupa memberitahumu, tadi sewaktu aku menyewa pelayan itu aku menyuruhnya untuk mengunci pintu mereka. Karna aku tau kalau Vidi pasti akan keluar.”
“Wahh.. Kau lebih hebat dari yang ku perkirakan.”
“Kau baru tau?”
“Jadi mereka akan nginap di sana donk?”
“Tidak mungkin donk Shen, Willa bisa di bunuh oleh abangnya kalau itu sampai terjadi. Aku memberi mereka waktu, jadi batas waktunya sampai jam..” Nikita melihat arlojinya “…11 malam, baru pelayan itu akan membukanya.”
“Ohh, bagus lah. Bagaimana bisa kamu berpikir ampe sana?”
“Ntah lah. Aku sendiri pun tidak tau. Kira kira mereka bakalan melakukan hal sejauh gak yah?”
“Aku tidak yakin. Tapi bisa saja kalau mereka sama sama terpengaruh oleh minuman keras.”
“Semoga itu terjadi!”
Nikita menengadahkan kedua tangannya sambil menatap langit yang dipenuhi bintang itu. Sedangkan Shendy, dia memperdekat duduknya dengan Nikita, lalu memegang kepala gadisnya dan perlahan lahan merebahkan kepalanya dibahunya sendiri, Nikita diam diam tersenyum.

☯ ☯ ☯

Pelayan lelaki itu membuka pintu ruangan dan mempersihkan Willa masuk. Setelah Willa melangkah masuk, tiba tiba pintu tertutup dengan cepat. Willa melihat seseorang duduk di kursi yang membelakanginya.
“Kau lama sekali Shen!!” dia berdiri dari kursinya dan bersiap siap untuk berbalik. “Aku sudah menunggumu hampir 20 me…”
Vidi tidak berhasil menyelesaikan kata katanya, karna terkejut begitu melihat orang di depannya, dia berdiri terpaku. Bagaimana bisa cewek yang tidak di harapkannya ini berdiri di hadapannya. Bukankah dia sedang janjian dengan Shendy, kenapa malah cewek ini yang datang.

To be continue...
Love me season 3 part 4

Novel : Love me (Season3) - Part 2

Pagi itu Willa terbangun karna terganggu oleh rasa sakit kepala yang luar biasa, Willa beringsut dari ranjang dan mengambil handuk lalu menuju ke kamar mandi. Apa pun yang terjadi dia harus semangat untuk kembali bekerja. Dia butuh air dingin yang memuncrat keluar dari shower untuk membuatnya berpikir jernih, apakah semalam memang mimpi atau benar-benar terjadi. Sampai sekarang dia masih tidak bisa memastikan apa yang terjadi semalam adalah kenyataan. Berduet dengan seseorang yang telah kau lupakan selama 6 tahun. Berduet dengan seseorang yang sangat kau harapkan dari dulu tapi sekarang baru terwujud. Sungguh Willa tak bisa mempercayainya.

Seperti pagi-pagi sebelumnya dia melakukan aktivitasnya seperti biasa. Dan sekarang dia sudah sampai di kantor.

“Wil..” panggil Justin sambil berjalan ke ruangannya.

“Ada apa?” tanya Willa sambil membereskan mejanya yang di penuhi oleh laporan file. Dia mendongak dan melihatin Justin sebentar.

“Kau di panggil boss untuk menghadapnya,” katanya serius.

“Apa? Aku buat salah? Kenapa dia memanggilku?”

“Aku tidak tau. Pergilah dia sudah menunggumu.”

“Baiklah, terima kasih banyak,” katanya sambil melangkah keluar dari ruangannya.

❁ ❁ ❁

Willa mengetuk pintu ruangan bossnya sebanyak 3 kali. Setelah mendapat izin untuk masuk, barulah dia membuka pintunya. Di depannya, bersandar santai di meja lebar. Seseorang lelaki separobaya dengan perut buncit menggantung di atas celana hitam sedang membaca sebuah laporan di mejanya. Kepalanya menunduk, dengan pen yang di pegangnya, bersiap-siap untuk menanda tangani sesuatu.

“Morning bos” sapanya sopan.

Lelaki buncit itu hanya berdeham.

“Bos memanggilku? Ada apa?”

Pria buncit itu lalu memandangi Willa, “Silahkan duduk.”

Willa menurut untuk duduk.

“Kita ada rapat untuk dua minggu ke depan di Bali. Jadi siapkan dirimu untuk itu.”

“Bali?? Aku tidak salah denger bos,” katanya terlonjak.

“Iya, Bali Denpasar. Ada apa?”

“Tidak bos, siapa saja yang pergi? Kalau boleh saya tau boss.”

“Saya, kamu, dan Justin.”

“Baiklah. Saya akan mempersiapkan diriku untuk itu.”

“Bagus itu yang saya harapkan darimu.”

“Kalau gitu saya permisi dulu bos. Makasih banyak bos…”

Bos itu hanya mengangguk ringan. Willa memang tidak bisa banyak ngomong dengan bossnya itu. Karna sosok bosnya itu pendiam dan tidak suka banyak bicara. Bahkan ketika rapat di adakan, pria itu kebanyakan diam. Dia membiarkan seketarisnya yang memimpin atau kadang membiarkan karyawan lainnya untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

❁ ❁ ❁

Willa keluar dari ruangan bosnya sambil melompat kecil, rasanya dia sangat senang mendengar tawaran dari bosnya itu. Tentu saja dia tidak mau kehilangan kesempatan itu sama sekali. Sherica mengerutkan dahi begitu melihat Willa melewati dirinya tanpa berkata apa pun tapi melompat lompat seperti anak kecil yang berhasil di beliin lolipop.

“Wil!!!” panggil sherica.

Willa berhenti dan berbalik untuk melihat sherica.

“Ada apa sayangku?” godanya sambil melangkah mundur tepat di depannya sekarang.

“Apa yang membuatmu senang hari ini? Kenapa kau melompat mirip anak kecil yang kegirangan karna di belikan lolipop?” tanya Sherica seraya melipat tangan di dadanya.

“Aku?? Kau menanyakan aku kenapa aku begitu senang hari ini?” suara Willa terdengar semakin keras. “Tentu saja aku harus senang Sher. Dua minggu lagi aku akan terbang ke Bali!! Siapa yang tidak senang mendengar itu Sher?”

Matanya Sherica terbelalak, “Apa? Aku tidak salah dengar?”

Willa mengangguk, “Aku awalnya juga tidak percaya, tapi aku benar benar di ajak pergi.”

“Tidak adil.. Kenapa bos tidak mengajakku?” protesnya sambil merengek.

Willa tertawa, “Aku tidak tau, kau harus menanyakan itu sendiri padanya,” katanya sambil melangkah pergi. Di saat seperti ini dia ingin sahabatnya ikut merasakan kebahagian yang dia rasakan sekarang. Dia akan menelpon temannya sekarang dan meminta ketemuan saat makan siang setengah jam ke depannya.

❁ ❁ ❁

“Apaa??? BALI????” teriak ketiga sahabat Willa ketika duduk di sebuah cafe tempat mereka semua ketemuan untuk makan siang seperti yang di rencanakan Willa.

“Sstt. Suara kalian begitu heboh.”

“Wil.. Kau yakin tidak salah dengar?” tanya Melfa sambil menarik kursinya agak mendekat.

“Aku tidak salah dengar, bahkan tadi bossku masih sempat mengatakan ‘Iya, Bali Denpasar’. Aku bahagia banget dan tidak sabar untuk itu.”

“Berarti kau akan naik pesawat untuk pertama kalinya donk!”

“Wahhh, berarti apa yang kau harapkan terjadi bukan?”

“Aku turut senang untukmu Wil. Harapanmu terkabul Wil. Tuhan mengabulkan permintaanmu. Mengunjungi Bali dengan Naik pesawat pertama kalinya.”

Willa terpaku, dia baru ingat harapan yang sangat di harapkannya dulu. Kenapa sekarang baru kesampean.

“Tapi tidak istimewa..” katanya putus putus.

“Kenapa kau tiba tiba sedih Wil?”

“Aku pergi bukan bersama kalian tetapi dengan rekan kerjaku. Ini bukan harapanku yang dulu. Harapanku dulu adalah pergi bersama kalian, yuhuuuu!”

“Kami tau, tapi bukankah itu tidak penting? Yang penting sekarang kau akan pergi ke sana dalam waktu dekat.”

“Tak bisakah kalian ikut bersamaku?”

“Wil.. Kami juga punya kerjaan yang sedang menunggu kami.”

“Iya, kau juga punya kerjaan. Jangan menganggap ini berwisata. Percayalah kita akan pergi bersama sama next time, so don’t sad yuhuu..”

Willa mengangguk.

“Aku akan menunggu hari itu tiba.”

“Sekarang jangan mikirin kami lagi, tapi mikirin oleh-oleh apa yang akan kamu bawakan untuk kami semua.”

“Oleh-oleh itu gampang.”

Selesai makan mereka kembali berpisah dan balik ke kantor masing masing. Pulang kerja Nikita sudah di tunggu oleh seseorang. Shendy membuka pintu mobil samping untuk mempersilahkan tuan putrinya yang baru keluar dari pintu perusahaannya untuk masuk ke dalam mobil.

“Sekarang, besok, lusa, seminggu, sebulan, setahun dan kedepannya lagi aku yang akan mengantarmu datang dan pulang,” kata Shendy saat sudah di dalam mobil, dia sedang mengenakan sabuk pengamannya.

“Tidak usah, itu pasti sangat merepotkan bagimu,” ujar Nikita sungkan sungkan.

“Tidak usah merasa merepotin, kamu tidak merepotin kok. Aku malah senang melakukan hal beginian.”

“Willa.. Dua minggu ke depan akan berangkat ke Bali,” katanya memberitahu.

“Bali? Bersama siapa? Kalian??”

“Bukan, bersama bossnya dan rekan kerjanya. Aku pingin ikut juga sebenarnya.”

“Ya udah ayo kita pergi,” ajak Shendy tiba-tiba membuat mata Nikita yang menatapnya membesar.

“Tidak mungkin bagaimana dengan kerjaanku?”

“Kau bisa cuti seminggu.”

“Aku akan mengajak Melfa dan Widinie,” kata Nikita sambil menekan handphonenya untuk menelpon kedua temannya itu.

“Kalau gitu aku akan mengajak Vidi.”

Nikita mematung sebentar dan memandangi shendy.

“Vidi tidak mungkin akan ikut.”

“Mungkin saja.”

“Bagaimana bisa?”

“Aku akan membuat mereka jatuh cinta dalam waktu dekat!”

“Aku gak salah dengar?”

Shendy menggeleng pelan, tangannya memegang punggung tangan Nikita.

“Nanti kau juga akan tau. Tenang saja aku yang akan mengurus semuanya, kalian tinggal duduk manis dan tinggal tunggu tanggal berangkatnya. Tapi jangan memberitahu pada Wil. Jangan sampai Wil tau bahwa kita akan pergi ke sana juga.” Katanya sambil tersenyum sinis. Dia menarik tuas persneling dan mulai menekan gas, mobil melaju perlahan.

Nikita hanya mengernyitkan dahi bingung.

To be continue....
Love Me (season3) -Part3

Minggu, 29 Mei 2016

NOVEL: Love Me (Season 3) -Part 1

Pelayan wanita muda itu mengantar mereka menuju ke ruangan yang sudah dibooking khusus untuk 8 orang. Tadinya mereka mau memesan dua jam tapi mengingat sebanyak orang yang pergi, dua jam tentu lah tidak cukup. Akhirnya mereka memesan tiga jam di tambah dengan makan minum gratis karna mendapat diskon.

Dan sekarang mereka pun sudah tiba di ruangannya, sangat besar dan luas. Di lengkapi sofa yang panjang, mic nya ada 4, tv 10 inci, lampu disko yang bervariasi.

“Jadi ruangan medium sebesar dan seluas ini? Wahh bagus banget,” kata Melfa, matanya sudah berbinar binar.

“Kau kampungan banget,” ejek Martin.

“Diam lo,” cetus Melfa.

“Jangan bilang kalau kamu gak pernah datang ke sini?”

“Pernah donk, tapi kita tidak pernah memesan ruangan medium. Habis kita 4 orang saja.”

Shendy dan Nikita sudah akrab banget seperti beneran menjadi pasangan, mereka bahkan sedang memilih lagu untuk duet bersama. Ntah bagaimana caranya mereka bisa menjadi sedekat itu, Willa bahkan bingung melihatnya. Tidak seperti Martin dan Melfa. Mereka seperti tom and jerry jika bertemu, selalu saja berantam dan adu mulut. Sedangkan Endrik dan Widinie mereka terlihat sama-sama malu. Dan Willa sendiri? Dia menatapi Vidi yang sedang duduk santai dengan kedua tangannya yang selalu terbenam di dalam sakunya. Willa merasa kesepian jika bersama mereka, tidak ada teman untuk di ajak bicara. Semua sudah punya pasangan.

“Kita berdua akan menyanyikan lagu ‘from this moment’ untuk menghibur kalian.” Kata shendy.

“Kau bisa nyanyi lagu itu?” tanya Martin agak ragu, karna sebelumnya dia tidak pernah mendengar Shendy menyanyikan lagu itu.

“Tenang lah, aku bisa dikit-dikit,” katanya tenang.

Instrumental lagu from this moment pun mengalun di ikut suara Shendy dan Nikita. Terdengar begitu harmonis.

Suara tepuk tangan terdengar begitu keras saat mereka berdua telah selesai bernyanyi.

“Aku akan memutarkan lagu One Direction untuk Vidi” kata Martin, karna dia yang mengetik nama lagu dan juga yang memutarkan lagu.

“Ehh, aku sudah lupa lagu itu..” ujar Vidi.

“Tenang, Willa tau dan hapal banget lagu itu,” kata Melfa.

“Baiklah kita akan menyambut Willa untuk duet bersama Tuan Vidison. Di persilahkan Miss Willa.”

Willa menggeleng, “Aku sedang tidak enak badan.”

“Kamu sudah tidak apa-apa Wil. Ayo..” Widinie menarik tangan Willa untuk berdiri.

Willa melihat Vidi, dia sudah berdiri di tempatnya dengan mic di tangannya. Sepertinya dia biasa-biasa saja. Berarti dia menerima duet bersamaku? Tanya Willa dalam hatinya.

“Suaraku jelek”

“Tidak apa-apa.”

Willa kemudian berdiri dan menerima mic yang di berikan Melfa padanya. Suara tepuk tangan terdengar keras dari mereka semua. Martin pun memutarkan lagu itu.

Suara Vidi yang pertama kali keluar. Ntah kenapa mendengar suaranya itu membuat jantung Willa mendadak berdebar dengan intensitas tinggi. Tanpa sadar, dia menahan napas dan menyadari betapa dia merindukan suara lelaki ini. Suaranya sedikit serak tapi begitu nyaman di telinga. Yah Tuhan aku mimpi apa semalam? Kenapa selama 9 tahun aku menyukainya tapi tidak sekali pun kesempatan ini terjadi?. Tapi mengapa di saat aku telah melupakan dia, engkau membuatnya muncul lagi dihadapanku sekarang dan duet bersamaku?. Kenapa jantung ini berdebar keras kian enggan mau berhenti Tuhan? Apa yang terjadi?. bisiknya dalam hati.

Di belakang mereka berdua, Widinie bersama Nikita dan Melfa mencuri kesempatan untuk merekam mereka. Ini adalah kesempatan yang tidak pernah terjadi, duet bersama.

Saat bagian reff Willa sudah mulai bernyanyi. Suaranya tedengar sangat gemetar, kaki tangannya juga ikut bergetar. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Dia tidak berani menatap Vidi, meski dia tau Vidi juga tidak menatapnya. Mereka berdua hanya menatap layar yang penuh tulisan itu.

“Aku rasa Vidi mabuk, mana mungkin dia bisa setuju duet dengan Willa,” ujar Melfa.

“Tapi bukan kah ini kesempatan bagus.”

“Memang kesempatan bagus, tapi kasihan pada Wil. Dia begitu tersiksa selama 6 tahun belakangan ini untuk melupakan lelaki itu. Tapi sekarang? Aku rasa pasti ada benih benih cinta yang telah tumbuh kembali.”

“Aku sependapat denganmu..”

☂ ☂ ☂

“Wuahhhhh,,, udah jam 1 malam,” jerit Melfa saat keluar dari tempat karoke itu, dia melirik arlojinya.

“Santai aja kali, kan bukan kau seorang aja yang jam segini pulang,” komen Martin.

“Tapi aku bisa dimarahi oleh mamaku. Kau gak tau ceramahnya itu panjang,” Melfa membalas komennya

“Oh jadi kita pada juga gak bakal kena marah lah yah?”

Melfa memukul punggung Martin dengan tangan kanannya. Suara pukulan itu terdengar sangat keras, aauu pasti sangat sakit sekali.

“Sakittt,” Martin meringis kesakitan sambil mengusap punggungnya itu.

“Biarin, habis kau selalu membuatku marah.”

“Sudah-sudah, kenapa kalian selalu berantam asal ketemu?” tanya Nikita heran.

“Kalian gak takut bakal berjodoh?” Shendy ikut menambah.

Martin dan Melfa saling melihatin selama beberapa detik

“Aku?” Melfa menunjuk dadanya, “Dengannya?” lalu menunjuk Martin. “Iihh,, amit amit. Jangan sampai loh” dia tampak geli.

“Eh, kao kira gua mau jadi suamimu? Tu hal yang gila kalau sampai terjadi. Aku tak bisa membayangkan kalau anakku jelek kayak kamu.”

“Aku tambah ngak bisa membayangkan kalau anakku bakal sejail dan sebandel dirimu…” katanya geram.

Sedangkan temannya tampak menggeleng kepala lagi melihat perdebatan yang tak akan selesai itu. Mereka pun berjalan menuju mobilnya meninggalkan tom and jerry itu di belakang.

Martin baru akan membalas argumen Melfa, ketika di lihatnya semua temannya telah menghilang dari tempat mereka berdiri. Akhirnya dia dan Melfa pun berlari untuk mengejar temannya kembali di pakiran.

“Ini semua gara-gara kamu. Karna kamu aku harus berlari sehingga berkeringat di malam hari.” Protes Melfa ketika mereka sudah sampai di pakiran dan bertemu kembali dengan temannya.

“Iya, semua salahku. Salahkan aku aja semuanyaa..” teriak Martin. “Ayo kita pulang bro, aku udah capek banget!”

Melfa mengerutkan dahi, bingung dengan sikap Martin yang tiba-tiba marah. Dia merasa tidak adil, masa hanya cowok itu yang boleh marah, dia tidak boleh?.

“Ayo Wid dan Mel, kita harus duluan. Aku harus mengantar kalian pulang,” ajak Willa seraya memasuki mobilnya.

Dan setelah mengucapkan selamat tinggal mereka pun bubar semua. Shendy harus mengantar Nikita pulang, Endrik harus mengantar Martin pulang dan Vidison? Sepertinya dia mengikuti seseorang.
☂ ☂ ☂

Mobil vidison berhenti di seberang rumah Willa. Ohh ternyata dia mengikuti Willa sampai rumahnya. Suasana saat itu sangat gelap hanya ada lampu jalan, sangat berbahaya bila pulang terlalu malam bagi seorang perempuan. Mungkin itu alasan dia sehingga dia berada di sini.

Di dalam mobilnya dia melihat sosok Willa keluar dari mobil, melangkah ke depan rumahnya untuk membuka pintu lalu balik ke dalam mobil dan memasukkan mobilnya ke dalam rumah. Dalam sekejap pintu pun tertutup, dan dia masih sempat melihat wajah Willa sebelum pintu tertutup. Hanya sekilas. Dia menghembuskan napas berat, dia bahkan bingung sendiri apa yang membuatnya bisa mengikuti cewek itu pulang.

# To Be continue....
LOVE ME (Season 3)-Part 2

Sabtu, 28 Mei 2016

NOVEL:Love Me (Season 2) - Part 3

“Vid, Vid, sudah Vid!” perintah Shendy menyudahi tatapan yang akan membuang waktu itu. “Jangan menakuti tamuku Vid.”

“Dia Willa kan Shen!”

Shendy mengangguk pelan, “Iya, dia Willa. Vid, untuk hari ini aku mohon padamu jangan menghancurkan acaraku malam ini Vid!. Kau boleh marah dan memukulku kapan-kapan, tapi untuk hari ini aku mohon jangan,” pinta Shendy lirih.

“Kenapa kamu mengundangnya Shen?”

“Aku dijodohkan orang tuaku dengan Nikita dan hari ini kami baru mulai melakukan kencan kilat, karena itulah kami akan merayakannya bersama kalian, jadi ini alasanku mengundangmu juga dia!”

“Sudahlah Vid, untuk hari ini Vid. Izinkan dia bersama kami merayakannya!” ujar Martin.

“Iya Vid, kau tidak lihat dia sampai memakai kerudung dan kain ini hanya untuk menutupi wajahnya demimu,” kata Endrik yang sudah mulai mengerti dengan maksud pakaian yang dikenakan Willa.

Willa tampak tertunduk, dia diapit oleh Melfa di sebelah kiri dan Widinie di sebalah kanannya, mereka berdua memegang tangannya berusaha menenangkannya.

Vidi menghela napas dalam-dalam. “Baiklah! Demi kawanku,” katanya sambil duduk di sofa.

Suara jeritan muncul dari mulut Endrik dan Martin bagaikan seperti petasan saja.

“Ayo kita mulai acaranya! Hari ini kita akan mabuk mabukan lagi,” teriak Martin. Kini mereka semua telah duduk di sofa.

“Eh jangan!! Kalau mabuk pasti bakal seperti semalam lagi, dan kalau malam ini gak pulang seperti semalam aku bakal di golok sama mamaku!!” protes Melfa.

“Alasan itu! Bilang aja kalau kamu itu gak tahan minum, gak bisa minum banyak!” komen Martin.

“Iihh beneron loh. Kau belum mengenal mamaku! Kalau kau sudah kenal kau pasti akan takut sama dia,” sunggut Melfa.

“Udah, udah kok pada adu mulut sih?” cetus Nikita.

“Oh yah Vid, bagaimana urusanmu dengan pria yang bernama Justin itu?” tanya Shendy, dia menatap Vidi.

Vidi terpaku bentar lalu melihat Willa yang hanya sedari tadi diam tanpa bicara. Tangannya memegang segelas anggur putih

“Yah begitu saja! Emang apa yang bisa aku lakukan?” dia meneguk anggurnya seraya melihatin Willa lagi.

“Kamu masih Vidi yang dulu. Yang masih bisa mengasihani orang,” ujar Endrik.

“Oh yah?” dia memainkan gelasnya yang terdapat es batu di dalamnya, mengoyangkannya sehingga menimbulkan suara.

“Kenapa tidak lepas tangan saja, kalau memang tidak sanggup,” saran Martin

“Semua perlu belajar bro!” kata Vidi. “Bagaimana denganmu Shen? Gimana hubungan kalian berdua?”

“Hari ini kami baru berhasil melakukan kencan kilat,” jawab Shendy

“Kalau gitu selamat deh untuk kalian berdua!” ucap Vidi.

“Makasih! Kau juga harus mencari pasangan hidup,” tegur Shendy.

Vidi terdiam sebentar lalu mengangguk.

“Aku ganteng dan kaya. Banyak cewek yang mau sama aku, jadi tenang saja!” ucapnya gampang.

Lalu suasana menjadi sunyi, gadis-gadis itu kebanyakan diam. Mungkin masih belum bisa beradaptasi alias belum terbiasa dengan kebersamaan mereka.

“Sudah jam berapa?” tanya Vidi memecahkan kesunyian mereka.

Endrik melirik arlojinya, “Baru hampir jam 9, kenapa? Kamu sudah mau pergi?”

“Ayo kita pergi ke suatu tempat,” ajak Vidi seraya berdiri.

“Kemana Vid?” tanya Shendy, dia mendongak dan menatap Vidi.

“Kita ke tempat karoke! Aku akan mentreat kalian semua. Anggap saja ini hadiah dariku untuk sahabatku.”

“Kau serius?” tanya Shendy dengan mata berbinar binar, dia tidak percaya.

“Tentu saja! Tapi sebagai imbalannya kalian harus bernyanyi dengan berjerit-jerit sambil goyang pantat.”

“Gampang itu Vid. Ayo, aku sudah tidak sabar lagi,” Martin berdiri di ikuti Endrik.

“Ayo kita berpesta!!!” jerit Endrik keras.

Akhirnya semua berdiri.

“Aku.. Lebih baik, aku pulang saja yah,” kata Willa tiba tiba, membuat semua mata tertuju padanya terutama Vidi.

“Kenapa kamu cepat pulang Wil?” tanya Nikita sedih. “Kau tidak bahagia malam ini?”

Willa cepat cepat menggeleng takut membuat Nikita sedih lagi.

“Tidak… Hanya saja…”

“Kalau dia tidak mau ikut, biarkan dia pulang saja. Itu hanya akan membuang waktu jika kalian masih memaksanya.”

Entah kenapa raut wajah Willa berubah dalam sekejap begitu mendengar kata-kata yang diucapkan Vidi, dia terlihat seperti kehilangan kesabaran lagi. Kedua tangannya sudah terkepal menjadi tinju.

“Baiklah aku akan ikut kalian…” jawabnya, akhirnya dia masih bisa mengendalikan dirinya. Dia harus sabar menghadapi cowok jutek di depannya ini. Kini matanya melototin Vidi yang hanya dibalas dengan tatapan tajam dan sinis.

“Bagus,, Ayo..” Nikita merangkul bahu Willa sambil menuntunnya berjalan.

Vidi dan yang lainnya mengikuti mereka berjalan dari belakang. Diam-diam dia menatapi punggung Willa dari belakang. Kerudung dan kainnya sudah tidak di kenakan lagi, dia menyimpannya di dalam tas.

“Kenapa kamu dari tadi tidak bicara? Kamu pendiam banget sih?” tanya Endrik kepada Widinie. Dia dari tadi asik mencuri kesempatan untuk berduaan dengan Widinie.

“Aku males ngomong,” jawabnya singkat dan jelas. Dia mempercepat langkahnya.

“Kenapa?” tanya Endrik sambil berlari kecil untuk mengejar langkah Widinie.

Sedangkan temannya semua hanya melihatin tingkah aneh mereka berdua.

“Dia suka sama Widinie,” ujar Martin memberitahu kepada Vidi.

“Aku sudah tau, kau tidak perlu memberitahuku.”

 

  

Saat sudah keluar dari pub, semua pun berpencar menuju ke mobil masing masing. Tiba-tiba Willa merasa perutnya mual dan pingin muntah. Dia berjongkok di depan mobilnya dan tangan kanannya menutup mulutnya.

“Kamu kenapa Wil? Kau tidak apa-apa kan Wil?” tanya Widinie gelisah, dia juga ikut berjongkok. Tangannya memegang bahu kanan Willa.

Tangan kiri Willa terangkat, tapi Widinie tidak mengerti. Willa entah mengisyaratkan bahwa dia tidak apa-apa atau menyuruhnya menunggu sampai dia merasa lebih baik.

“Aku akan memanggil yang lainnya,” ujarnya sambil berdiri dan berlari mengejar mereka yang sedang berjalan ke arah mobil masing masing.

Willa berdiri dan berlari kecil menuju ke pinggiran batu yang di tumbuhi rumput-rumput hijau. Muntahan Willa keluar dari mulutnya di campur dengan setetes darah yang ikut keluar. Dia kemudian mengaduk tasnya dan mengeluarkan selembar tisu untuk membersihin mulutnya yang ada sedikit darah yang lengket di mulutnya. Akhirnya dia kembali seperti tadi, dia merasa lebih baik setelah muntah. Tapi perasaanya menjadi tidak enak, apa yang akan terjadi lagi padanya?.

Widinie kembali bersama Nikita, Melfa dan yang lainnya ke tempat tadi, tapi Willa tidak ada di sana. Baru hendak mau berpencar untuk mencarinya, Willa tiba tiba keluar.

“Willa..” panggil Melfa dan Nikita khawatir. “Kau tidak apa apa?”

Willa menggeleng, “Tidak apa apa, don’t worry baby”

“Kalau kamu sakit, lebih baik kamu pulang Wil” kata Shendy perhatian.

“Sungguh, aku tidak kenapa napa.”

“Kau yakin?” tanya Shendy sambil berkacak pinggang.

“Yakin, mungkin tadi aku kebanyakan minum kali yah..” jawabnya sambil menempelkan senyum palsunya. “Ayo Wid kita masuk ke dalam mobil.”

“Kau yakin dengan situasi begini, kamu masih berani untuk menyetir?” tanya Endrik.

Willa terdiam memikirkan ucapan Endrik, dia sendiri pun tidak yakin kalau dia bisa menyetir dengan benar.

“Kalau gitu kamu bisa menolongku?” pinta Willa kepada Endrik.

“Kamu menyuruhku menyetir?” tebak Endrik.

Willa mengangguk, “Tolong..”

Endrik mengedikkan bahu, “Oh, baiklah,” Dia buru buru masuk ke dalam mobil.

“Melfa kamu ikut kami atau siapa?” tanya Willa sebelum masuk ke dalam mobilnya.

“Sebenarnya aku pingin ikut dengan kalian, tapi tadi Martin menyuruhku menemani nya karna Endrik ikut bersama kalian, jadi dia tidak ada teman.”

“Baiklah kalau gitu kami duluan. Sampai ketemu di tempat tersebut.”

Willa dan Widinie pun masuk ke dalam mobil.

“Wil.. aku boleh minta imbalan, karna telah menolongmu?” kata Endrik saat mereka sudah duduk di dalam mobil.

“Apa Drik?”

“Bolehkah Widinie duduk di sebelahku? Aku kesepian tidak ada teman yang duduk di sampingku,” katanya sambil melirik Widinie.

Willa tersenyum manis, “Baiklah. Widinie kau harus duduk di depan.”

“Tapi Wil,,” Widinie menolak, matanya melototin Willa.

“Aku mohon untuk hari ini,” dia menengadahkan kedua tangannya kepada Widinie dengan sorot mata kasihan yang pastinya tidak bisa di tolak.

Widinie menghela napas dalam-dalam dan menjambak rambutnya.

“Oh baiklahhhh. Ini karna kau sakit saja, makanya aku akan menurutinya. Kau tidak perlu memperlihatkan wajah yang begitu kasihan. Aku tidak suka melihatnya,” cerotehnya sambil membuka pintu mobil dan keluar.

Endrik tersenyum puas ketika Widinie sudah duduk di sebelahnya

“Kau lihat apa? Kau tidak mau jalan?” protes Widinie ketika dia melihat Endrik tidak melakukan reaksi apa pun selain tersenyum lebar.

Dia tersentak dan sadar lalu menuruti kata-kata Widinie. Diam-diam Willa tersenyum melihatin mereka berdua dari belakang.

TO BE CONTINUE....
#gimanna para pembaca seru kagak ,psti seru dong kalau bacanya dri season 1 -season 2  nantikan Novel love Me Season 3 jam 22.00
Hanya di Www.gajahmada2medan.blogspot.com

Thank you..

Sumber : https://wilianachen.wordpress.com/about-me/
           Www.gajahmada2medan.blogspot.co.id

Jumat, 27 Mei 2016

Novel:Love Me (Season2)-Part2

Willa sedang berdiri di pinggir jalan tak jauh dari kantornya. Dia memanggil taksi, tapi tak ada satu pun taksi yang menyamping untuk berhenti. Namun tiba-tiba sebuah sedan putih dari kejauhan perlahan mulai mendekat lalu menepi. Kaca mobil depan terbuka ternyata itu Nikita bersama Shendy

“Nikita? Shendy?” katanya terkejut. “Bagaimana kalian bisa bersama?” tanyanya tak percaya.

“Masuklah, kami akan menceritakan padamu di dalam mobil,” ujar Nikita.

Dan Willa menurut untuk masuk. Mobil pun perlahan-lahan melaju pelan dan tenang.

“Kamu terkejut kan Wil,” seru nikita. “Sama aku juga sebenarnya.”

“Bagaimana kalian bisa ketemu?”

“Tadi kita bertemu di taman kan Wil?” Shendy menatap Willa dari kaca mobil depan, Willa mengangguk. “Dan aku bilang mau ketemuan sama seseorang, seseorang itu Nikita ternyata.”

“Lalu?” Willa mengerutkan dahi masih belum mengerti.

“Orang tua kami menjodohkan kami, dan menyuruh kami bertemu hari ini kemudian melakukan kencan kilat.”

Maka terbelalak lah mata Willa dihadapan kedua orang ini, persis seperti adegan di sinetron dengan kedua mata terbuka lebar, alis naik dan mulut celangap lebar. Jelas bukan ekspresi yang bisa di bilang cantik, meskipun di depannya ada pria tapi dia tidak peduli karena dia benar-benar terkejut dengan ucapan Nikita tadi.

“Wil.. tidak usah segitu juga donk.”

Beberapa detik kemudian dia tersadar dan menepuk tangan keras keras, “Wahhh…daebak!!. Jadi sekarang kalian sudah setuju donk mengikuti perjodohan ini?”

“Awalnya aku kurang setuju, tapi orang tuaku mengancamku. Katanya kalau aku tidak mau pergi menemui dia hari ini mobilku akan disita mereka. Sungguh menyebalkan.”

“Lalu kau sendiri Shen?”

“Sama aku juga diancam begitu. Mungkin mereka sudah bersekongkol.”

“Lalu kau tau orang yang akan dijodohkan itu Shendy?”

“Tidak, orang tuaku hanya menyebutkan namanya dan tidak memperlihatkan fotonya. Makanya aku sungguh terkejut saat bertemu dia di taman. Tapi untunglah kami sudah saling mengenal.”

“Jadi sekarang? Kalian akan melanjuti?”

Mereka berdua mengangguk.

“Hahaha, congratz donk kalau gitu,” Willa mengulurkan kedua tangannya pada mereka, yang di sambut uluran tangan dari pasangan itu.

“Makasih yah Wil..”

“Kalau gitu aku akan..” Dia membuka tasnya dan mengaduk aduk isinya mencari handphone. “Menelpon orang Widinie dan Melfa untuk menyuruh mereka berdua pergi ke tempat biasa.”

“Eeh Wil,,” elak Nikita

Kata-katanya di abaikan oleh Willa karna dia sudah tenggelam dalam pembicaraan dengan Melfa melalui telepon.

“Dua jam lagi kita akan bertemu. Dia  menyuruh aku menjemputnya. Shendy nanti antar aku pulang dulu yah. Haha.”

“Baiklah.”

“Oh iya yah, kamu gak ajak temanmu juga Shen?” tanya Nikita. Pertanyaannya itu membuat Willa tertegun.

“Nanti aku akan menelpon mereka.”

“Apakah Vidison juga ikut?” sembur Willa.

“Tentu saja,” jawab Shendy

Nikita tersenyum lebar, “Kamu mengharapkan dia ikut Wil. Tenang dia pasti datang, jadi malam ini berdandanlah yang secantik-cantiknya.”

Willa menggeleng, ”Tidak. Jangan menyuruhnya datang, aku mohon.”

“Kenapa?” tanya mereka berbarengan.

“Tadi Kami tidak sengaja bertemu di cafe saat makan siang, dia menarikku keluar dari cafe dengan kasar. Dan melontarkan ucapan yang membuatku sedih ‘aku harap ini yang terakhir kali kita bertemu. Jadi aku mohon anda jangan muncul di hadapanku lagi’ aku harus bagaimana?”

“Dia memarahimu begitu?” Tanya Nikita tidak percaya.

“Tidak apa-apa Wil. Tenang aja, anggap saja aku yang mengundang kamu karna teman Nikita.”

“Iya Wil tenang aja, dia gak bakal marahi kamu lagi.”

“Kalian yakin?”

Mereka berdua mengangguk. Dan anggukannya itu adalah jawabannya.

“Baiklah..” Dia terdiam bentar. “Eh kalian dari mana tadi? Kenapa lewat kantorku?”

“Mau mengantar Nikita pulang.”

“Oh iya, aku lupa jalan itu bisa menembus ke rumahmu juga.”

10 menit kemudian, mobil Shendy berhenti di depan pintu rumah Willa. Gadis itu langsung membuka pintu mobilnya dan keluar tak lupa dia berterima kasih pada pasangan baru itu.

“Ingat dua jam lagi Wil. Jangan lupa!!” Nikita mengingatkan.

“Baiklah. Sampai jumpa, hati hati.” ujarnya sambil menutup pintu rumahnya. Dia harus bersiap siap untuk acara nanti.

 

✣ ✤ ✥

“Kau sudah tau jalan pulang Willa?”

Suara Willim mengejutkan Willa yang sedang mengunci pintu. Dia kemudian berbalik dan menemukan abang pertamanya sedang berdiri di ambang pintu. Dengan tatapan galaknya yang membuat Willa takut.

“Hai, brother,”  sapanya dengan mengatupkan giginya menjadikan senyum palsu.

“Semalam kemana?. Ku kira kau tak tahu jalan pulang, makanya tersesat. Di telpon malah tidak aktif, punya hp tapi tak di pakai!”

“Baiklah.. Aku minta maaf,” dengusnya seraya melepaskan sepatunya. “Aku nginap di rumah teman. Dia lagi galau jadi aku harus menemaninya.”

“Lain kali kalau tidak pulang telpon ke rumah. Tau tu!!”

“Tau..”

Dia tidak punya banyak waktu untuk mendengar dan meladeni argumen abangnya lagi. Sebab dia sudah mempunyai janji malam ini. Yang dia perlu sekarang adalah pergi mandi dan berdandan.

Di bukanya lemari bajunya, warna warni bajunya terlihat sangat berkilau. Di ambilnya baju cropther berwarna biru polos dengan celana warna hitam pendek tapi tidak ketat. Di tariknya kerudung warna putih yang di gantungkan di dalam lemarinya.

15 menit kemudian dia keluar dari kamar mandi, rambutnya basah dan wajahnya terlihat segar. Dia lalu berjalan ke meja rias dan duduk, diambilnya hairdryernya untuk mengeringkan rambutnya itu. 10 menit kemudian rambutnya sudah kering. Lalu dia mulai mengambil eyeliner, eyesedow danlipstik juga mascara.

hanya butuh waktu setengah jam saja dia berdandan. Segera di raihnya tasnya dan keluar dari kamar menuju ke ruang makan untuk makan malam sebelum pergi. Dia harus menjemput kedua sahabatnya itu.

“Kamu mau kemana lagi?” tanya Willim lagi saat di lihat adik perempuannya sudah tampil cantik.

“Emm.. Akuu ada rapat hari ini,” Willa berbohong, dia tidak mungkin mengatakan kalau dia mau ke pub. “Baiklah aku sudah selesai makan dan aku duluan yah semuanya..”

Willa melangkah keluar dari ruang makan, dia membuka pintu rumahnya dan mengeluarkan mobil Inova berwarna putihnya. Sekarang dia harus menjemput Melfa terlebih dahulu baru Widinie.

 

✣ ✤ ✥

“Wid, pinjam kain putihmu dulu lah,” jerit Willa dalam mobil ketika  sudah sampai di depan rumahnya. Butuh 20 menit dari perjalanan rumah Melfa ke rumah Widinie.

“Kenapa?”

“Udah ambil aja nanti kita bakal jelasin,” ujar Melfa.

Akhirnya Widinie masuk kembali ke dalam rumah, 5 menit kemudian dia keluar dengan kain putih yang tidak begitu panjang dalam genggaman tangannya. Dia lalu membuka pintu mobil belakang dan masuk.

“Nahh…” Dia memberikannya kepada Willa. “Untuk apa sih?”

“Dia mau memberi kejutan kepada orang Nikita,” tebak Melfa.

“Bukan..” Dia menghela napas pelan. “Aku tidak mau Vidison melihatku.”

“Kenapa gitu?”

“Jangan bilang kalau kau mulai menyukainya lagi,” Widinie menutup telinga enggan untuk mendengar.

“Tidak…” Wajahnya tampak kecewa.

“Ada apa?” Melfa mengenggam tangannya. “Ceritakan lah pada kami.”

“Tadi siang aku makan siang di cafe biasa, ternyata aku ketemu dengan dia di sana. Dia datang-datang langsung menarik tanganku dengan kasar, menyeretku keluar dari cafe itu. Dan melontarkan kata-kata yang sangat tidak bisa ku terima.”

“Apa yang dia katakan?” tanya Widinie dengan penasaran.

“Dia menyuruhku jangan muncul di hadapannya lagi,” desahnya di barengin oleh helaan napasnya.

Mata mereka terbelalak saat mendengar ucapan Willa.

“Kau tidak bercanda? Dia bisa ngomong begitu sama kamu?”

“Dia kira dia siapa? Dia gak sadar orang yang seharusnya bilang begitu itu kamu Willa bukan Vidison Laurence.”

Seulas senyum mulai merayapi bibir Willa “Oleh sebab itu malam ini aku harus mengenakan ini semua, meski tidak cocok dengan penampilanku.”

“Kasihan kamu Wil..” Melfa mengelus elus rambut Willa.

Willa tersenyum lemah seraya memandangi arlojinya. Astaga sudah pukul 8 malam, dan mereka sudah terlambat.

Mobil Willa melaju dengan kecepatan tinggi. Dan akhirnya mereka sudah sampai di tempat yang di tuju. Bergegas mereka membuka pintu mobilnya dan keluar berlari menuju pintu pub itu kemudian mendorongnya.

“Maaf kami terlambat,” kata mereka bertiga dengan suara terengah-rengah karna kecapekan berlari dari pakiran sampai ke sini.

“Shen!! Kau mengundang siapa lagi ini?” tanya Martin bingung.

“Wil.. kau kah itu?” seru Nikita sambil berdiri menghampiri Willa.

Willa sendiri? Dia tampak baru sadar kalau dia sedang mengenakan kerudung dan kain yang menutup setengah wajahnya.

“Oh maap aku lupa,” Dia tertawa sambil melepaskan kain dan kerudungnya. “Ini aku..”

Tiga cowok itu tertawa keras, eh kenapa hanya ada tiga cowok saja? Shendy, Martin dan Endrik. Kemana sih Vidi? Mata Willa sedari tadi asik celingak celinguk mencari batang hidung Vidi, tapi nyatanya dia tidak ada di dalam sana.

“Astaga Wil, kenapa kamu memakai kerudung sama kain segala sih? Kau tau kau terlihat Sangat misterius,” protes Endrik masih di tengah tawanya.

“Aku tau.”

“Kau tau, tapi kenapa kau masih memakainya?” tanya Martin.

“Ini karena…”

“Maap aku terlambat karna ada urusan sebentar.”

Suara cowok ini memotong kalimat Willa. Semua orang menatap cowok itu dan menghiraukan Willa. Dia masih berdiri mematung bagaikan orang bodoh karna masih tertegun ketika mendengar suara tersebut. Tanpa menoleh dia pun sudah tau siapa pemilik suara tersebut. Vidison.

“Akhirnya bos kita sampai juga.”

“Iya maaf aku terlambat.”

“Tidak apa-apa, aku tau kau orang yang super sibuk. Aku memakluminya,” ucap Shendy.

“Kau mengundang siapa aja?. Kenapa gadis-gadis ini di sini?” tanyanya sembari melihat sekelilingnya yang di penuhi oleh Nikita, Widinie, Melfa juga Willa.

“Aku tidak sempat menceritakannya padamu lewat telpon tadi. Duduk lah, aku akan menjelasinnya,” pinta Shendy sambil menunjuk tempat duduk untuk Vidi.

Vidi terpaku di tempatnya dia menatap punggung seorang gadis misterius di depannya dengan tatapan mencurigakan.

“Shendy..” panggilnya. “Siapa gadis di depanku ini?”

Willa refleks langsung menutupi kepalanya dengan kerudung dan kain di wajahnya dengan cepat. Dan sebelum Vidi melangkah ke tempatnya dia sudah berbalik dengan uluran tangannya kepada Vidi.

“Liana..” katanya dengan suara sedikit gemetar.

Kerudung hitam yang melingkari kepalanya, kain putih yang menutup bagian hidung sampai mulutnya, baju chropther berwarna biru yang di kenakan hingga ternampak bagian pusar perutnya yang mungil itu, celana pendek warna hitam dan sepatu bots berwarna biru sama dengan warna bajunya. Vidi menatap semuanya dari bagian atas hingga bawah. Menatap tangannya dan kain putih yang menutup wajahnya. Yah, dia menatap secara bergantian. Kedua tangannya tenggelam di dalam saku celananya. Tidak sekalipun dia mengisyaratkan kalau tangannya akan keluar dari sakunya dan menerima uluran tangan Willa itu.

Willa menarik tangannya kembali dan meletakan tanganya ke samping tepat di batas jahitan celana pendeknya. Dia kemudian menunduk karna tidak berani melihat Vidi.

“Lihat aku..” perintah Vidi.

Mau tak mau Willa kembali memandangnya, mata Vidi masih  menatap Willa dengan sorot yang entah mengapa membuatnya gugup tanpa sebab.

“Ke.. kenapa??”

“Kau…” dia mulai berubah lagi, Willa bisa melihat sorot matanya kali ini, kemarahan menghadiri tatapan matanya.

To be continue....
Love Me (season 2)-Part3

Kamis, 26 Mei 2016

Novel: Love Me (Season 2) - Part 1

Pagi itu sungguh berisik, ketika suara teriakan keras keluar dari mulut-mulut gadis itu mengalahkan gelegar suara petir. Yang membuat empat cowok tersebut terbangun berbarengan.

Gimana tidak terkejut?. Gadis-gadis itu begitu bangun sudah melihat diri mereka tidur di lantai. Dan malah ada banyak laki-laki yang enak-enakkan tidur di kasur.

“Ada apa, ada apa??” tanya Martin gelisah. Mereka berempat langsung bangun dan berada pada posisi duduk.

Willa mengerjap-ngerjap matanya, takut dia sedang bermimpi. Mana mungkin salah satu cowok yang sedang duduk tenang itu Vidison.

“Bagaimana kami bisa di sini?. Dan siapa kalian?” tanya Nikita.

“Apa yang kalian lakukan ke kami?” Melfa menutupi tubuhnya dengan selimut yang di pegangnya.

“Kalian yang di Mall waktu itu kan?” Widinie menunjuk pria-pria itu.

“Tenang-tenang, Vidi akan menceritakan semuanya,” kata Shendy dengan tenang.

“Vidi? Vidi siapa?” tanya Widinie heran.

“Vidison,” jawab Shendy. “Kalian pasti ingat siapa dia kan?, Tapi kalian ingat kami kagak?”

“Vidison???” teriak ketiga temannya bersamaan lalu memandang ke arah Willa. Melfa menutup mulutnya kaget, Nikita menatap Willa tanpa berkedip dan Widinie juga menatap Willa dengan mulut ternganga. Willa sendiri? Dia tampak kaget sekaligus tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi.

“Kamu Vidison 6 tahun yang lalu? Vidison?? Vidison apa nama kepanjanganmu?” Tanya Widinie sambil menggaruk kepalanya.

“Vidison Laurence,” jawab Endrik dengan sedikit gugupan.

“Iya aku vidison. Mereka ini….”

“Kami sudah tau,” potong Melfa cepat. “Kamu Martin, Shendy dan Endrik kan?”

Mereka mengangguk.

“Kami pingin tau bagaimana kami bisa di sini?” tanya Melfa lagi.

“Tapi kami tidak ingat dengan nama kalian,” elak Endrik

“Saya Melfa, ini Nikita, Widinie dan Willa.”

“Oohh,, senang berkenalan dengan kalian. Boleh kita jadi teman?” tanya Endrik kepada Widinie. Dia mengulurkan tangannya pada gadis itu, tapi belum sempat Widinie menerima ternyata Melfa sudah cepat menipiskan tangan endrik, “Beritahu kami apa yang terjadi?”

“Kamu berisik banget sih,” Tergur Martin kepada Melfa.

“Apa urusanmu?. Kita Cuma mau tau penjelasannya, makanya cepat beritahu dan aku akan menutup mulut.”

Akhirnya mereka pun menceritakan kejadian tadi malam kepada gadis-gadis itu. Beberapa detik kemudian gadis-gadis itu mengangguk mengerti.

“Tapi kalian beneran tidak melakukan hal yang buruk pada kami kan?” tanya Melfa untuk memastiin lagi.

“Tidakkkk!!!” jerit ke empat cowok itu berbarengan.

“Baiklah tidak usah pake jerit. Oh udah jam berapa? Aku bisa terlambat.”
“Kami pulang dulu yah, sampai jumpa. Makasih penginapannya” Widinie, Nikita dan Melfa melambai tangan dari dalam mobil. Willa hanya menunduk tanpa berkata apa-apa. Jendela mobil tertutup ketika mereka keluar dari pekarangan rumah Martin.

“Bahaya ini, aku pasti kena merepet begitu sampai di rumah,” desah Widinie.

“Apalagi aku. Tidak ada sedikit pun telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku tidak pulang,” seru Nikita.

“Aku lapar, bagaimana kita sarapan dulu,” ajak Melfa. “Wil.. kamu kenapa? Kenapa diam saja?”

Nikita melihat Willa dari kaca depan mobilnya, sejak pagi ini Willa memang banyak diamnya, bahkan mereka sama sekali tidak mendengar sekecil suara pun yang keluar dari mulutnya.

“Kamu masih gugup yah?” goda Nikita.

“Ti.. tidak.”

“Kamu yang sabar yah Wil, aku tau kamu pasti udah lupain Vidi kan?. Ini sudah 6 tahun. Perasaan kalian berdua pasti telah berubah.”

“Tapi kenapa kita tidak ingat dia yah dari pertama bertemu. Kenapa kita hanya ingat temannya?”

Handphone Willa berdering, dia melihat nama yang terpampang di layarnya. Mama!!!

Willa menyuruh temannya diam lalu menjawab telpon mamanya.

“Halo??” sapa Willa dengan suara ketakutan. “Aku, aku semalam nginap di rumah Nikita, Ma. Iya, iya aku lupa. Maafin aku Ma. Iya lain kali tidak bakal terjadi hal seperti ini lagi. Oh aku gak pulang ma, ini bareng teman pergi sarapan langsung ke kantor.”

“Ada apa?. Kena marah?” tanya Nikita dan Melfa berbarengan setelah melihat Willa menutup telponnya.

“Hanya di beri peringatan. Tapi aku takut nanti malam pulang bakal di ocehin oleh kedua abangku,” desah Willa.

Suasana diam sesaat. Mobil kemudian berhenti di depan cafe.

“Sudah sampai girls,” kata Nikita, dia melepaskan sabuk pengamannya.

 

♫ ♫ ♫

Willa sampai di kantor tepat pukul 9. Dengan baju semalam dia datang kerja, Sherica menyapa dia seperti biasa. Tapi dia mengerutkan dahi untuk hari ini.

“Kenapa dahimu terus berkerut Sher? Ada yang salah?” tanya Willa sambil memeriksa berkas file yang terdapat di ruang rapat.

“Kamu aneh pagi ini. Biasanya kami paling harum kalau datang kantor, tapi kenapa hari ini kamu malah bau..??” Sherica mendekati tubuh Willa dan mencium aroma tubuhnya, “Alkohol? Kamu minum alkohol??”

“Iya hanya sedikit.”

“Iihh kamu nggak ngajak aku,” wajahnya tampak cemberut.

“Maap deh, next time pasti aku ajak,” hibur Willa.

“Emangnya kamu ada masalah apa, sampai minum alkohol?. Kenapa kagak cerita?” dia menatap Willa dengan raut wajah khawatir.

“Tidak apa apa,” Willa meletakkan tangannya di atas tangan Sherica, seakan menghilangkan kekhawatirannya. “Sungguh.”

Akhirnya Sherica mengangguk, dan beberapa detik kemudian mereka kembali bekerja
♫ ♫ ♫

Ketika makan siang tiba, Sherica menghampiri ruangan Willa. Dia mau mengajak Willa makan siang di cafe bersamanya. Dan sekarang mereka sudah tiba di cafe tersebut. Setiap jam makan siang cafe itu selalu di penuhi keramaian. Cafe ini memberikan banyak ketenangan kepada pengunjung. Jadi tidak aneh kalau cafe ini selalu ramai.

“Cappucino dua sama hamburgernya,” kata Willa kepada pelayan yang melayani mereka. Sherica hanya memerhatiin. Mereka duduk berhadapan.

“Tempat ini sungguh ramai,” kata Willa ketika sudah selesai memesan. Dua gadis itu melihat sekeliling. Dan matanya Sherica tiba-tiba tertegun melihat Justin. Justin duduk selisih tiga meja di depannya bersama seorang pria ganteng.

“Wil.. Itu Justin kan? Sama siapa dia? Cowok itu ganteng banget.”

Willa pun berbalik dan seketika merasa dirinya mematung. Cowok itu Vidison lagi. Apa Vidison menagih utangnya lagi. Tapi bukankah batas waktunya dua minggu. Tanyanya dalam hatinya.

Dia mengedikkan bahu dan menjawab,

“Sepertinya kau salah orang.”

“Mana mungkin Wil. Dia mirip Justin, lihat gagang kaca matanya!! Aahh aku harus nyusul dia. Sekalian kenalan dengan cowok di depannya itu. Dia sanget ganteng.” Sherica berdiri dan melangkah ke arah meja Justin dan Vidison. Willa hanya menatap kepergian Sherica, dia tidak mungkin mengikuti ide gila Sherica.

“Oke.. Willa mulai sekarang kamu jangan mikirin Vidi lagi. Anggap saja dia masih belum pulang,” dia berkata  pada diri sendiri. Lalu melanjuti makanannya.

 

♫ ♫ ♫

“Hei, Justin,” sapa Sherica ketika tiba di meja mereka. Kedua pria itu menoleh dan menatapnya.

“Heii,” balas Justin datar. “Sedang apa kau di sini? Dan sendirian?”

“Makan siang. Oohh tidak, sama Willa kok.” Sherica menunjuk Willa yang sedang menikmati makanannya.

Vidi dan Justin hanya melihat punggung belakangnya.

“Kenapa dia tidak ikut kamu ke sini?” tanya Justin. Sedangkan Vidi hanya menonton mereka berdua.

“Dia tidak mau, katanya lapar. By the way,siapa dia Jus?. Kenalin kek.. haha.”

“Ohh iya, ini namanya Vidison temanku. Bro ini teman kerjaku namanya Sherica, cantik kan?”

Sherica mengulurkan tangan ke arah Vidi, tapi Vidi bersikap dingin. Dia tidak membalas uluran tangan Sherica, melainkan dia berdiri dan berjalan ke meja Willa. Menarik tangannya dengan kasar dan akhirnya Willa berdiri. Dia kaget dan menatap tak mengerti kepada Vidi.

Vidi menarik tangan Willa dengan paksa, namun Willa bukannya menggelak dia malah membiarkan tangannya di tarik keluar dari cafe yang sangat membuatnya malu. Willa menatap punggung belakang Vidi yang sedang menuntun jalan, lalu menatap genggaman tangan yang begitu kasar. Tak sadar debaran jantungnya menggila di dalam dadanya.

Vidi melepaskan tangan Willa saat berada di taman, tepatnya hanya seberang dari cafe tersebut. Tatapan Vidi kepada Willa masih seperti dulu. Dingin dan tak berperasaan. Bibirnya tak sekali pun tersenyum. Dia seperti dara devil dengan trisula api di tangan kanan dan tanduk di kepalanya. Begitulah pemikiran yang ada di dalam kepala Willa saat ini.

“Aku harap ini yang terakhir kali kita bertemu. Jadi aku mohon anda jangan muncul di hadapanku lagi,” katanya tegas.

Usai berkata begitu dia langsung pergi, membiarkan Willa yang masih berdiri mematung di sana sendirian. Lalu perlahan lahan kakinya lemas hingga akhirnya dia terjatuh dan duduk di atas rumput, air mata pun menetes.

Setelah merasa air matanya sudah habis dia baru bisa berhenti menangis. Gadis itu berdiri perlahan dengan lutut yang nyaris tidak stabil hingga akhirnya dia hampir jatuh tapi ke buru di tangkap oleh seseorang.

“Shendy…” kata Willa, dia langsung refleks berdiri tegak.

“Kau tidak apa apa??”

“Tidak,” katanya serak dan lirih. “Tidak, aku baik-baik saja.”

“Tapi.. Tapi,” dia tampak heran.

“Kok kamu bisa di sini?” Willa tanya heran balik.

“Aku ketemuan dengan seseorang.”

“Oohh, kalau begitu aku duluan yah. Mau balik ke kantor dulu yah.”

“Kau yakin kau tidak apa–apa?.”

“Tidak, tenang saja.”

“Baiklah. Hati hati Wil.”

To be continue....
Love me (season 2)- Part1

#Menurut admin nya si penulis tersebut  kebanyakan Baca komik ,knp?? Karna dikomik2 aja lah yang ada tulisan seperti dara devil dengan trisula api ditangannya .

Rabu, 25 Mei 2016

NOVEL: Love Me (SEASON 1)- PART3

Malam itu ketukan pintu kamar terdengar. Willa sedang tiduran di kasurnya sambil mendengar headphonenya.

“Willachell..” panggil mamanya. “Temanmu datang mencarimu.”

Willa langsung terperanjat duduk di kasurnya dan melepaskan headphonenya. Dia langsung bergegas menghampiri pintu dan membukanya.

“Apa? Temanku di bawah? Siapa ma??”

“Tiga sahabat baikmu,” kata mamanya di iringi senyum.

Dengan cepat Willa berlari turun ke bawah dan mencapai temannya di ruang tamu.

“Ada apa kalian ke sini??” tanyanya bingung.

“Kami mau mengajak kamu pergi Wil,” jawab temannya riang.

“Kalian selalu tidak mau mengabari dulu kalau mau ngajak keluar, selalu mendadakkan. Tunggu lah sebentar aku siap-siap dulu,” katanya sembari meninggalkan temannya.

15 menit kemudian dia kembali menemui temannya.

“Aku sudah siap.. Ayo kita pergi.”

Willa berjalan dengan langkah cepat, ketiga temannya berdiri dan menjajari gadis itu hanya dalam waktu 4 detik.

Setelah berpamitan mereka pun pergi dengan mobil sedan yang di bawai Nikita.

“Kita mau kemana?” kata Willa setelah 5 menit duduk dalam mobil.

“Kita akan ke pub. Kau tau, Widinie sedang putus cinta,” seru Melfa.

“Putus cinta sama siapa?” tanya Willa bingung. Dia bahkan tidak tau bahwa Widinie sedang dekat dengan cowok baru. Kenapa Widinie tidak pernah memperkenalkan dan menceritakan padanya. “Kenapa kamu tidak cerita padaku Wid?” wajah Willa berubah jadi cemberut.

“Kami berdua aja tidak tau Wil. Dia tadi menelponku dan menyuruhku menjemput kalian. Huh! aku seperti supir saja,” cerocos Nikita.

“Maap deh, nggak pernah kasih kalian tau. Kalian kan sibuk,” Widinie berusaha membela dirinya sendiri.

“Alasan kamu wid,” kata Melfa tajam.

“Ceritakan padaku lelaki mana yang kamu suka?” Willa merangkul bahu widinie.

“Dia tinggi dan tampan, aku kenal dia dari kantorku. Dia karyawan baru di kantorku. Awalnya ku kira dia suka sama aku, soalnya dia perhatian banget. Tapi, nyatanya aku cuma di phpin. Sakit hatikuu..” suara widinie terdengar serak, air matanya seakan mengalir keluar.

“Sudah-sudah Wid, jangan nangis. Hari ini kita minum sampai mabuk. Okay??” hibur Nikita.

 

Selesai memakirkan mobil, Nikita dan Melfa mendorong pintu pub itu yang sudah menjadi favorit mereka.

“4 botol anggur putih,” kata Nikita kepada pelayan bar pertama yang dilihatnya. Sedangkan ketiga temannya menunggunya di pojok tergelap pub itu, lalu mereka mengempaskan diri ke kursi. Widinie masih terisak-isak.

5 menit kemudian Nikita datang dengan 4 botol anggur putih.

“Nah!! Minumlah Wid,” Melfa menyerahkan segelas anggurnya kepada Widinie. “Ini akan membantu mengobati lukamu.”

Widinie menerimanya dan “Terima kasih.”

 

Ternyata saat itu Vidison dan temannya juga berada di pub yang sama. Bahkan mereka lebih awal sampai di bandingkan orang Willa dan temannya. Mereka duduk agak depan.

“Ada masalah apa vid? Tumben kamu ngajak minum?” tanya Martin.

“Tadi sore aku sedang menjalankan pekerjaanku, menagih utang sama satu cowok yang bernama Justin. Tiba-tiba cewek gila itu muncul.”

“Cewek gila siapa?” tanya Endrik dengan nada ketawanya.

“Willachel,” dia terdiam sebentar. Lalu menceritakan kejadian tadi sore kepada temannya itu.

“Ohh, jadi apa yang akan kamu lakukan lagi vid?. Kamu mau menghindar lagi dari dia setelah 6 tahun menghilang?” komentar Shendy

“Aku bukan menghilang Shen. Tapi kerja.”

“Iya menghilang sekalian kerja.”

“Terserah lah,” Vidi tersinggung.

“Kamu marah lagi ketika membahas nama Willa.”

“Tidakkkk,” katanya lirih. “Siapa juga yang marah.”

 

2 jam kemudian sudah jam 12 malam. Mereka semua sudah mabuk.

“Aku ke toilet dulu,” Willa  meneguk anggurnya yang sudah tinggal tetes terakhir baru berdiri terhuyung-huyung lalu maju beberapa langkah dengan sempoyongan. Ketiga temannya bahkan sudah tidak sadar lagi.

Dalam toilet Willa memuntahkan minumannya. Hari ini dia tidak minum terlalu banyak lalu kenapa dia bisa muntah?. Masih dengan langkah sempoyongan dia keluar dari toilet dan tak sengaja menabrak seseorang lagi. Seseorang itu ternyata Vidison. Willa mengangkat wajahnya dan mereka berdua bertatapan. Pandangan mata Willa buram tidak terlihat begitu jelas wajah cowok di depannya.

“Ehh.. Vidison?” katanya putus-putus. “Kau kah itu?” Willa mengangkat tangannya untuk memegang pipi cowok itu, tapi pria itu malah menipisnya.

“Lihat lah..” Dia berkata dengan gaya mabuknya yang tak pernah berubah. “Aku mulai terlihat gila. Mana mungkin orang di depan mataku ini Vidi.”

Tiba-tiba Willa merasa mual, secara refleks dia muntah kebaju Vidison. Wajah Vidi langsung berubah cepat. Dia merasa sangat marah kepada cewek ini. Tapi apa yang bisa di lakukannya, cewek ini malah merepotkannya untuk menangkapnya ketika dia pingsan mendadak.

“Kamu jahat Vidi,” gumam Willa dengan mata terpejam.

Vidi menghela napas panjang. Dia bahkan masih bisa memakiku dalam keadaan tidur, kalau aku jahat udah ku biarkan kamu jatuh tidur di lantai. Gerutunya dalam hati.

 

Mata temannya terbelalak begitu di lihat Vidi mengendong seorang cewek ke tempat mereka.

“Cewek???. Wahhh keren Bro,” salut Endrik.

Mereka bertiga berdiri untuk menyambut Vidi dan cewek yang di gendongnya. Dan begitu tiba, Vidi lalu menghempaskan tubuh Willa di kursi panjang itu, mata temannya semua tambah terbelalak dan tak  terpejam sedikit pun. Rasa tak percaya begitu besar.

“Ini Willa, Vid?” tanya Martin ragu dengan penglihatannya sendiri.

Vidi mengangguk, “Dia sangat merepotkan.”

“Bagaimana bisa kamu membawanya?”

“Aku tadi ketemu dia  di depan toilet dan dia mabuk, terus memuntahkan ini semua ke bajuku. Uuhh sial, malah bau banget lagi,” Vidi menunjuk baju kemejanya.

“Sudah nasibmu Vid. Ini dua kalinya kamu di gituin sama dia,” ngejek Shendy.

“Jadi bagaimana ini? Kamu yang mengurusnya sendiri kan?”

“Ehh tidak..” jawab Vidi ketus.

“toast!!” gelak Willa sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan mata terpejam. Mereka semua kaget dengan suaranya yang tiba tiba muncul.

“Oohh ternyata begini wajah seorang Willa saat mabuk. Dia terlihat begitu cute Vid,” goda Shendy.

“Jadi bagaimana ini?. Masa iya kita yang membawa dia pulang?. Dia datang sama siapa yah kira-kira?” tanya Endrik.

Martin tiba-tiba meraba kantong saku Willa, berharap menemukan handphone-nya.

“Sedang apa kau Tin?” tanya Vidi bingung.

“Mencari handphonenya. Kita akan menelpon orang tuanya untuk mengantarnya pulang,” jawab Endrik.

“Aku yakin dia ke sini pasti barengan sama sahabatnya. Kita harus mencari sahabatnya dan mengembalikan dia kepada mereka,” Usul Vidi.

“Usulan yang bagus. Kamu topang dia yah Vid.”

Mereka bertiga pergi duluan meninggalkan Vidi bersama gadis yang sudah tertidur pulas itu. Dia bahkan tidak sadar sedang di topang oleh Vidi.

 

Akhirnya dengan mulut masing masing menganga, mereka menemukan ketiga temannya di pojok. Dan yang parahnya, ketiga sahabatnya itu tak ada bedanya dengan Willa. Mereka juga tertidur pulas.

“Hari yang sial sepertinya. Sana gendong mereka,” Vidi mendorong temannya untuk mengendong Nikita, Melfa dan Widinie.

“Ehh kenapa kita yang repot-repot begini sih?” tanya Martin.

“Eh jangan sentuh gadis ini, ini gadis yang ku incar,” protes Endrik ketika Martin mau mengendong Widinie. Akhirnya dia beralih mengendong Melfa yang duduk di sebelah Widinie.

“Mau kita bawa kemana ini Vid?” tanya Shendy setelah keluar dari pub.

“Tidak mungkin membawanya ke rumahku. Orang tuaku pasti bakal marah-marah besar. Ke rumahmu gak bisa Shen?” Vidi menanya balik.

“Gila kamu, mana mungkin. Rumahku sempit. Rumah Martin bisa tu. Dia kan tinggal sendiri”.

“Bagaimana Tin?” Mereka menatap Martin.

“Yah sudah lah, rumahku pun jadi lah. Yang penting cepat ini, aku sudah tak sanggup lagi. Ini cewek gila benar, berat sekali.”

Mereka pun menuju mobilnya. Ketika hendak memasukkan Nikita ke dalam mobil, tiba tiba kunci mobilnya keluar dari kantong sakunya.

“Eh dia membawa mobil,” kata Shendy.

“Kalau gitu kamu bawa mobilnya Shen. Kamu En, ikut Shendy aja, biar Martin sama aku.”

“Oke”.

Shendy menekan remot kunci mobil Nikita untuk mencari tau di mana mobilnya di pakirkan. Suara mobil terdengar jelas di telinga Shendy dan Endrik

Martin memasukkan kunci rumah dan memutarnya, pintunya kemudian terbuka. Ia meraba-raba dalam gelap, mencari sakelar untuk menyalakan lampu. Rumah ini merupakan rumah kost Martin, di dalamnya tidak begitu besar. Hanya ada ruang tamu, kamar dan ruang dapur juga kamar mandi. Mereka masuk dan membaringkan ke empat cewek itu di kasur miliknya Martin.

“Ehh kalian mau kemana?” tanya Martin sambil menyeka butiran butiran keringat di dahi ketika di lihat ketiga temannya hendak berjalan keluar dari kamarnya

“Pulang..” jawab Shendy dan Endrik barengan dengan santai.

“Kalau gitu aku ikut kalian pulang.”

“Eh jadi mereka siapa yang jaga?”

“Nah yang usulin mereka ke sini siapa?. Yah dia loh yang jaga.” ujar Martin sambil merangkul Shendy dan Endrik. “En, aku nginap di rumah kamu.”

“No.. No.. No.. Kalian tidak boleh pergi. Atau gak lebih adilnya kalian semua gak usah pulang. Kita semua tidur di sini!” usul Vidi lagi.

“Kamu mau tidur dimana Vid?. Mau tidur di kasur barengan mereka?” tanya Endrik dengan dahi berkerut.

“Kita tidur di lantai. Atau gak kita pindahkan mereka ke lantai biar kita yang tidur di kasur?. Gimana??”

Shendy dan Martin setuju-setuju saja. Tapi Endrik, sepertinya dia tidak tega melihat cewek tidur di lantai.

“Kamu kenapa En? Tidak setuju?” tanya Shendy.

“Dia tidak tega melihat, melihat siapa sih nama cewek ini?” Martin menunjuk Widinie yang sedang tidur pulas. “Astaga, bahkan kita pun tidak mengenali mereka sama sekali, aku hanya ingat Willachel saja. Mereka adalah orang asing tapi kenapa aku membiarkan mereka tidur di rumahku, aku sungguh gila,” tambah Martin.

“Sayang sekali En, tapi kami yang menang, terpaksa cewek lo harus tidur di lantai,” goda Vidi.

“Jadi kamu benar benar naksir cewek ini?” tanya Shendy.

“Lihatlah dia cantik sekali ketika tidur,” gumam Endrik.

“Hoamm.. Aku sudah ngantuk Vid, cepat pindahkan mereka ke bawah,” perintah Martin.

“Ehh kao tega kali Tin, lantainya di lapisi kain atau selimut kek. Nanti mereka masuk angin.”

“Iya iya cerewet,” maki Martin. Dia membuka lemarinya dan mengeluarkan selimut panjang.

Aahhh enak sekaliiii…” teriak Shendy ketika mereka sudah tidur di atas kasur. Sedangkan ke empat cewek itu sudah di pindahkan ke lantai. Endrik dan Martin tidur di pinggir kasur. Vidi dan Shendy tidur di tengah-tengah.

“Aku tidak bisa membayangkan ketika di tengah malam aku menyepak Endrik, lalu dia jatuh menimpa gadis-gadis itu gimana yah?”

“Maka Endrik lah yang siap-siap untuk di tabok gadis-gadis itu,” jawab Vidi. “Sudah lah, ayo kita tidur. Tin matikan lampunya.”

Lampu kamar di matikan. Semua sudah mulai memejamkan mata, tapi Endrik dia masih belum merasa ngantuk sama sekali. Dia melihat ke bawah untuk menatap Widinie yang sedang tidur. Rasanya memandanginya sampai pagi dia pun tidak keberatan. Dia bingung baru hari ini melihatnya, tapi dia sudah bisa memendam rasa suka padanya.

Aku memang playboy, katanya dalam hati

To be continue....
LOve me season 2 - part 1

#wuah gmna para pembaca enak tidak bacanya? Cmn admin sni bca 1 rumah 4 cowo 4 cewk apa bsa dtmptkan tdrnya? Psti para pembaca juga udah terbayang bgaimana desain rmhnya
Pgen thu lebih jelas lgi para pembaca
Saksikan setiap hari jam 22.00 akan diupdate :)

Sumber : https://wilianachen.wordpress.com/about-me/
           Www.gajahmada2medan.blogspot.co.id

Senin, 23 Mei 2016

NOVEL : Love Me-(Season 1)-PART2

Pagi itu Willa terbangun dengan rasa malas yang luar biasa. Tetapi mau tak mau dia juga harus bangun, dia harus semangat untuk kembali bekerja. Diliriknya jam kecil di atas nakas di samping tempat tidurnya, jam sudah menunjukkan pukul 7 dia sudah harus bersiap-siap untuk mandi.

Di ayungkan kakinya turun dari tempat tidur, lalu meregangkan tubuh dan mengambil handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Dinginnya air yang memuncrat keluar dari showhead membuat seluruh saraf Willa benar benar bangun. Sesiap mandi dia memblow rambutnya yang basah denganhair dryer.

Akhirnya, dia selesai.

Diraih tasnya dan turun ke bawah. Semua keluarganya sudah menunggunya di ruang makan.

“Morning sayang!!” sapa mama sambil menyerahkan piring ke papa.

“Morning juga ma,” sapa Willa dengan nada yang ceria, dia kemudian menarik kursi dan lalu mendudukinya.

Selesai sarapan, Willa langsung berpamitan pada mama papanya.  Lalu membukakan pintu untuk mengeluarkan mobil inova berwarna putih yang biasa dia bawa. Mobil itu adalah mobil yang dipinjamkan oleh perusahaan. Bila dia sudah tidak bekerja lagi di sana maka mobilnya harus di kembalikan.

Jarak rumahnya dengan perusahaannya memakan waktu selama hampir setengah jam, belum lagi kemacetan yang terjadi.

 

☠ ☠ ☠

“Bagaimana liburan kamu semalam?”

Suara Sherica terdengar di telinganya, begitu ia masuk ke kantor perusahaannya tempat dimana dia bekerja. Sherica menyambut kedatangan teman rekannya itu.

“Seperti biasa Sher, kenapa?” tanyanya bingung.

“Tidak apa-apa. Kamu tidak mengajakku, Wil. Aku kan pingin ikut gila-gilaan sama temanmu juga,” protes Sherica.

Willa diam tanpa berkata. Gimana aku mau ngajak kamu, kamu aja mainnya kasar. Katanya dalam hatinya sendiri. Dulu pernah Willa mengajak Sherica gabung bersama temannya. Sesudah mereka mengantar Sherica pulang, temannya semua protes kepada Willa. Mereka tidak mau untuk kedua kali keluar sama orang yang namanya Sherica lagi, sumpah dia nyebelin dan kasar.

“Dengar nggak Wil??” suara Sherica mengejutkan Willa dari lamunannya. “Lain kali aku ikut yah?”

Dari pada menyetujui ajakan dia yang mungkin bakal ditolak, Willa lebih memilih untuk tidak menjawab.

“Aku harus kembali bekerja Sher,” katanya lalu berkelok-kelok menyusuri ruangan menuju mejanya.

 

Willa merebahkan tubuhnya dikursi beroda itu. Sepertinya pikirannya melayang kesosok cinta pertamanya dulu. Setelah sekian lama sosok itu pergi meninggalkannya sekarang dia muncul lagi. Perlahan-lahan ingatan dulu tentang sosok itu terlintas dibenaknya. Ia kemudian menutupi wajahnya dengan tangannya.

Pukul 5 lebih, kantor telah sepi. Semua karyawan sudah mulai pulang. Willa keluar dari ruangannya.

“Aku duluan yah Sher,” katanya sambil melambai tangan ke arah temannya dari dalam mobil putihnya, yang hanya dijawab dengan anggukan.

 

☠ ☠ ☠

Dalam perjalanan, mobilnya harus berhenti karena lampu berwarna merah. Saat itu, dia menyalakan radionya agar suasana tidak kelihatan sunyi. Dia memandang sekeliling jalan juga ke samping. Tiba-tiba matanya tertuju ke suatu tempat.

Justin!!! Apakah itu Justin? Dia bersama siapa? Tanyanya dalam hati. Lihat sekilas sepertinya itu memang Justin. Justin adalah teman kuliahnya dulu, juga jadi rekan kerjanya sampai sekarang. Justin di seret masuk ke sebuah lorong bersama 3 pria dengan tubuh besar dengan wajah yang menyeramkan. Melihat itu Willa tak bisa menahan diri untuk tidak menolong pria itu. Dia menarik tuas persneling dan menginjak gas, mobil kemudian melaju ke samping setelah lampu berwarna hijau dan berhenti. Dia melepaskan sabut pengamannya dan keluar dari mobil. Gadis itu menyusul Justin masuk ke dalam lorong tersebut.

“Jadi kapan kamu akan bayar Mr. Justin?” tanya salah satu pria. Tangan kanannya menunjuk dadanya Justin. Tapi Justin hanya bisa menunduk

“Tolong.. Berikan aku beberapa minggu lagi, sekarang aku masih belum punya uang untuk membayarnya,” katanya, suaranya gemetar.

3 pria itu berbalik ke belakang, “Jadi bagaimana bos??” tanyanya kepada seseorang yang di panggil bos. Dia baru aja keluar dari tempat persembunyiannya.

Seseorang itu berjalan mendekati Justin dengan kedua tangan terbenam di dalam saku. Justin menunduk dan semakin ketakutan begitu langkahnya berhenti dan tubuhnya sudah berada di depan matanya. Cowok itu mengeluarkan tangannya dari sakunya. Tangan yang seakan hendak menyentuh pipi Justin itu terpaksa menggantung di udara ketika tiba-tiba terdengar suara Willa yang berteriak keras.

“berhentiii!!!!….” teriaknya keras. “Kalau tidak aku akan menelpon polisi,” ancamnya.

Justin juga ketiga pria itu melihat ke arah Willa.

“Siapa anda? Mau cari ma…..”

Kalimat dari salah satu pria itu terpotong ketika seseorang itu mengangkat sebelah tangannya. Dia kemudian berbalik dan kini mata Willa terbelalak. Dia tertegun melihat ‘VIDISON’. Tiba-tiba dia merasa dadanya sesak, jantung berdebar kencang.

Vidison menatap tajam ke arah Willa, tidak ada seulas senyum pun yang merayapi bibirnya itu.

Dia… Dia masih Vidison yang seperti dulu, dia tidak berubah sama sekali. Tatapan tajam yang selalu dia lontarkan kepadaku dan senyum yang tak pernah dia perlihatkan padaku, sampai sekarang pun tetap begitu. Yah tuhan, kenapa aku sampai tidak mengenali dia?, Desah Willa dalam hati.

“Dua minggu!!!” kata Vidi tersenyum tipis.

Akhirnya dia melangkah menjauhi Willa dan keluar dari lorong tersebut di ikuti dengan anak buahnya. Selama beberapa saat Willa hanya berdiri terpaku memandangi punggungnya yang semakin jauh.

“Wil…” panggil Justin. Dia membetulkan letak kaca matanya yang sempat bergeser tadi. “Bagaimana kau bisa tau aku ada di sini?” tanya nya lagi.

“Aku, aku tadi melihat kamu pas dalam perjalanan pulang. Sebenarnya apa yang terjadi Jus?, Kenapa mereka mau mencelakaimu?”

“Mereka itu rentenir,” Jawab Justin datar.

Apa?? Rentenir katanya?? Bagaimana mungkin?. Vidison dulu tidak pernah mau melakukan hal yang seburuk ini. Masa iya dia pergi ke Negara lain, pulang langsung jadi seperti ini?. Tak masuk akal banget. Cetusnya dalam hati.

“Kenapa kamu minjam uang sama rentenir?”

Justin diam sesaat, “Aku terpaksa minjam uang sama mereka buat bayar operasi adikku.”

Willa mengangguk-angguk mengerti, “Kamu harus berhati-hati. Orang rentenir berbahaya. Kalau bisa secepatnya kamu harus mengembalikkan uangnya.”

“Iya aku tau itu. By the way terima kasih banyak yah.. Berkat kamu aku tak jadi di celakai. Kamu memang hebat Wil..”

Willa tertawa keras, “ada-ada aja. Tu kan sudah wajar kalau ada hal yang seperti begitu harus di ancam dengan nama polisi, baru mereka takut dan pergi.”

Willa tau kata-katanya tidak benar sama sekali. Dia tau Vidi bukan orang yang gampang percaya sama orang. Dia pergi karna tidak mau ketemu dan melihat dirinya, itu saja.

 

☠ ☠ ☠

“Bos.. Kenapa anda membiarkan mereka? Kenapa tadi boss pergi? Boss takut?” ujar salah satu anak buahnya Vidi, setelah mereka duduk di dalam mobil.

Vidi terdiam matanya melihat keluar jendela, ntah apa yang di pandangnya.

“Berhenti…!!!” kata Vidi seketika.

Mobil itu berhenti di pinggiran.

“Kalian keluar semua..” perintahnya.

“Baikk..” anak buahnya menurut keluar semua.

Vidi membuka pintu mobil belakang dan keluar untuk menukar posisi tempat duduk. Lalu mobil Volga itu melaju cepat.

Vidi mengambil ponselnya untuk menelpon temannya. Setelah beberapa detik, terdengar suara dari seberang sana.

“Hallo,” sapa Endrik.

“En.. Ni aku Vidi,” katanya datar. “Ketemuan di tempat biasa yah. Aku tunggu kalian semua.”

“Ok Vid.”

Panggilan yang hanya beberapa menit saja itu sudah terputus. Ntah kenapa Vidi pingin minum hari ini dan dia butuh teman untuk menemaninya pergi minum.

To be continue....
Love me -1-part3

#Di Update setiap hari pukul 22.00 

Minggu, 22 Mei 2016

NOVEL : Love Me (season 1 )-Part 1

Novel     : Love me
Pengarang: Williana
Sekolah    : Gajah Mada 2 (2014/2015)

Isi novel:
Novel ini menceritakan bahwa seorang perempuan yang dengan setia mencintai satu pria. Meski  dia tahu, bahwa pria itu tak kan mungkin mencintainya. Pria itu adalah cinta pertamanya, Pria itu adalah cinta sejatinya. Ia menyukai pria itu ketika masih sekolah dasar, ia menyukainya selama 9 tahun hingga pria itu tamat sekolah. Namun apa yang terjadi?. Begitu tamat sekolah, pria itu keluar Negri. Ia meninggalkan Indonesia tanpa kabar.

Tentunya hal tersebut membuat sang gadis bersedih. Ia menunggu sambil berharap pria itu cepat kembali. Ia menahan kuat rasa rindunya itu. Hingga sampai suatu saat, sebuah penyakit membuat hidupnya terancam. Di sisi lain, setelah bertahun-tahun pria itu akhirnya kembali. Dua orang itu kembali bertemu dengan sama-sama tidak mengenali.

Gadis itu, di luar dugaan bisa melupakan wajah cinta pertamanya. Bagaimana bisa?. Penyakit!. Penyakit itu membuat dirinya lupa akan segala hal. Ia terlalu fokus pada penyembuhan penyakitnya hingga ia tak pernah memikirkan sosok cintanya lagi.

Sedangkan pria itu memang tak pernah memikirkan gadis itu selama bertahun-tahun. Sehingga tidak aneh kalau ia tak mengenalnya.

LOVE ME - 1 -PART 1

Sebuah mobil sedan warna hitam itu berhenti di pakiran sebuah mall yang sangat megah. Dua menit kemudian pintu mobilnya terbuka, empat gadis keluar dari mobil tersebut. Hari ini adalah hari Minggu yang sudah mereka tunggu, karna hanya hari Minggu lah mereka mempunyai waktu luang untuk dapat berkumpul setelah sibuk dengan pekerjaan masing masing.

“Hari ini kita harus bersenang-senang,” kata Willachell dengan wajah cerianya seperti biasa.

“Iya. Rasanya bosan, tiap bangun pagi harus kerja dan kerja. Tidak mempunyai waktu yang banyak untuk bersenang senang,” Melfa menambahi.

“Eh,, kita makan siang dulu yuk!. Aku sudah lapar dari tadi,” ajak Nikita sambil berjalan mendahului mereka.

“Asikk.. Bos kita akan mentreat kita lagii,” kata Melfa dengan riang.

“Hah? Serius kau Ni?,” tanya Widinie dan Willa berbarengan.

Nikita mengangguk, “Ayoo.. ke tempat biasa yah..”

“Okeee..” jawab mereka bertiga kompak.

Mereka pun sampai di tempat biasa dan kini mereka sedang menunggu makanan datang. Setengah jam kemudian, apa yang mereka tunggu telah tiba dihadapan mereka. Tanpa berbicara lagi mereka melahap masing-masing makanannya. Dan setelah selesai barulah mereka melanjutkan pembicaraanya.

“Setelah ini kita akan kemana??” tanya Melfa.

“Kita lihat-lihat baju nanti. Aku ingin membeli baju,” balas Nikita.

“Wahh, banyak uang yah Ni!!. Hihihi.”

“Ya udah, sekarang aja piginya,” ajak Willa sambil meraih tasnya yang tergeletak dikursi lalu memiringkan tubuh untuk keluar dari kursi, dan berdiri.

Saat berbalik badan tiba-tiba ada seseorang yang berjalan kearahnya dan menabraknya. Astaga, seseorang itu ternyata pemuda tampan. Dia memegangi segelas sofdrink.

“Yah ampun!!!!. Baju gue!!”

“Oh no!!” Willa segera menunduk untuk meminta maaf. “Sorry sorry.. Aku tidak sengaja, maafkan aku,” perlahan lahan dia pun mengangkat wajahnya untuk melihat wajah pemuda tersebut dan dia merasa wajah pemuda itu, tidak asing baginya.

“Baju gue jadi basah ni.. Sial!!” umpet cowok itu.

Willa hanya menatap wajah cowok itu sambil mengerutkan dahi. Dia pernah melihat cowok di depannya tapi di mana. Cowok dengan tubuh sedikit pendek, memiliki mata dengan sorot yang begitu tajam.

“Eh, kenapa kamu hanya liatin aja. Bantu bersihin kek,” sambar temannya yang membuat lamunan Willa hilang.

“Sudahlah,,, tidak usah.. Kita cabut aja.. Minggir!!” bentak cowok tu.

Willa mundur selangkah untuk memberikan jalan pada mereka. Setelah mereka sudah tak tampak lagi barulah dia dapat bernapas lega.

“Yah tuhan.. Kenapa aku begitu ceroboh??”

“Kamu memang ceroboh Wil.. Hahaha, itu sudah tidak heran lagi..” temannya menertawakannya.

Yah Dia memang ceroboh itu sudah menjadi kebiasaanya dari dulu.

”Sudah lah Wil, jangan dipikirin lagi kata-kata cowok aneh tadi. Ayo kita pergi,” ajak Nikita.

“Aku bukan pikirin kata-katanya. Tapi wajahnya, kenapa tidak asing yah?,” Willa mencoba mengingatnya.

“Kalau kamu mencoba mengingat dia, 2 hari 2 malam juga gak bakalan cukup. Kamu kan pelupa,” Desah Widinie. “Jangan pikirin lagi. Kita ke sini mau senang-senang, kamu lupa.”

Willa pun mengangguk dan melanjutkan langkahnya.

Akhirnya mereka sampai juga di butik baju.

“Kamu pingin beli baju apa sih Ni?,” tanya Widinie.

“Aku mau cari baju couple,” jawab Nikita. “Di bagian mana yang jual baju couple?.”

“Aku tau, ikut aku.” ajak Willa menuntun jalan.

 

Tanpa sadar, ternyata pemuda tadi juga berada di butik yang sama bersama dengan temannya. Tetapi Willa bersama temannya tidak tau tentang keberadaan mereka. Shendy salah satu teman cowok tadi memberitahukan bahwa ada Willa dan temannya di bagian sudut ujung sana.

“Cewek tadi yang lu tabrak Vid!!” Shendy menunjuk ke arah mereka.

“Enak aja lu bilang. Yang ada dia yang nabrak gue,” cetus Vidison sembari menoleh ke belakang dan mendapati mereka sedang sibuk dengan baju-baju ditangan mereka.

Lalu dia kembali lagi melihat baju yang mau dibelinya. Dipandang-pandang dulu baju yang diambilnya sebelum dicoba.

“Apa yang kamu pikirin Shen?” tanya Vidison yang sedari tadi memilih baju tapi tak urung sudut matanya menangkap wajah dengan senyum manis dibibirnya Shendy. “Sepertinya kamu happy sekali hari ini?”

“Cuma tak habis mikir aja. Iya nggak??” kata Shendy tersenyum sinis sambil menepuk bahu Endrik.

“Kenapa?” tanya Vidi sambil menoleh dan menatap wajah Shendy dan Endrik juga Martin secara bergantian. “Emang kalian kenal cewek tadi?, Cewek ceroboh tadi?”

“6 tahun membuat kamu lupa segalanya yah. Aku jadi penasaran apa yang kamu lakukan aja selama 6 tahun di Negara itu?” sunggut Martin.

Vidi menggantungkan kembali baju yang dipegangnya tadi. “Jangan mulai basa basinya Tin!!. Langsung ke intinya saja. Maksud kalian apa dengan ucapan tadi?” tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya.

“Kamu beneran sudah lupa semuanya?” Shendy melunturkan pertanyaanya dengan sedikit tidak percaya.

Vidi menangguk.

“Ok, baiklah kita akan mengatakannya,” katanya lirih. “Cewek tadi Willachell….”

Kini matanya Vidi terbelalak begitu mendengar nama cewek tadi yang menjatuhkan minum kebajunya.

“Willachell, cewek yang menyukaimu 6 tahun yang lalu. Kamu ingat Vid?” Endrik menanyakkan balik.

Bagaimana dia tidak bisa melupakan semuanya setelah 6 tahun tidak bertemu lagi dengan cewek itu. Dia bahkan sudah melupakan wajahnya, dia hanya mengingat namanya saja. Tetapi sepertinya jika dipikirkan lagi, wajah cewek itu tidak berubah sama sekali. Masih sama dengan wajah polosnya yang dulu.

“Ternyata,, kamu memang melupakan dia Vid,” Kata Shendy ketus. “Kejam sekali kamu. Dan kamu tau lagi apa yang membuatku tak habis mikir?. Hari ini kamu baru balik lagi ke Indonesia, tapi kamu bertemu dengan gadis itu. Kau tau apa yang ku pikirkan sekarang?”

Vidi terpaku tidak menjawab dan tidak menatap mereka sekali pun, dia hanya menatap baju-bajunya.

“Ku pikir kalian jodoh,” ujar Shendy sambil tersenyum lebar ke arah Vidi.

Vidi tidak mengubrisnya, dia lalu mengambil salah satu baju yang tergantung di sana dan membawanya ke kamar ganti. Temannya pun ikut juga memilih baju dan membawanya ke kamar ganti.

 ✿

Setelah yakin dengan pilihan masing-masing, mereka pun membawanya ke kasir untuk membayar. Saat sedang menunggu pembayaran, Willa melihat sekeliling. Matanya terhenti pada kamar ganti yang mulai terbuka.  Dia mengira bahwa yang akan muncul itu sosok pemuda tampan, tetapi matanya terbelalak saat sosok yang keluar adalah cowok yang ditabraknya tadi. Dengan cepat dia langsung berbalik, temannya bingung melihat sikapnya itu.

“Kamu lihat apa Wil??” kata Widinie bingung.

“Lihat lah kebelakang. Cowok aneh tadi,” jari telunjuknya menunjuk ke belakangnya. Temannya pun melihat.

“Sedang apa dia?” tanyanya lagi.

Willa mengedikan bahu, “Entahlah, sepertinya menukar bajunya yang basah tadi,” jawabnya sambil sedikit tertawa. “Ayo kita cepat pergi dari sini, sebelum dia melihatku dan menyuruhku membayar bajunya.”

Selesai sudah pembayaran kini mereka keluar dari butik itu dan berjalan lurus kemudian masuk ke sebuah toko aksesoris wanita. Melfa ingin membeli dompet, karna dompetnya sudah koyak dan tak terbentuk lagi.

 

Tiga jam kemudian mereka menghabiskan waktunya untuk menjelajahi mall dengan ditemani es crim ditangan mereka sambil melanjutkan cerita-cerita. Kini mereka sedang melangkah ke pakiran.  Saat itu mereka bercerita sambil tertawa tidak melihat ke depan sudah ada sebuah mobil Volga hitam dari kejauhan yang melonjak maju mendekati mereka. Selanjutnya suara klakson menggelegar disertai dengan suara remnya yang berhenti mendadak membuat cewek-cewek tadi terperanjat kaget. Hampir saja jantung mereka tidak keluar dari tempatnya. Beberapa detik kemudian mereka tidak bereaksi, Nikita dan Willa berdiri mematung, Widinie dan Melfa berdiri sambil berpelukan saling melindungi.

Suara klakson terdengar lagi, kini Nikita yang sudah sadar dengan marahnya mendatangi pintu kiri mobil itu dan mengetuk kacanya dengan keras.

“Keluar anda!!” bentaknya dengan nada marah.

Willa berdiri tepat di depan mobil itu menatap ke dalam. Orang yang hampir menabraknya, orang yang hampir membuatnya mengalami kecelakaan, orang yang hampir membuatnya terluka dan orang yang hampir membuatnya mati adalah cowok yang ia temui di restoran tadi. Mereka semua menatap tajam ke arah Willa.

Kaca mobil terbuka. “Ada apa?,” desis Vidi.

“Kamu keluar!!” pekik Nikita. “Kamu hampir mencelakakan kami semua. Di mana mata kamu?”

“Mata kalian itu yang di mana. Mau main-main jangan di tengah jalan lah.” Vidi membentak balik. “Kalian akan minggir sendiri atau aku yang akan minggirkan kalian?” Ucapnya ketus.

Willa, Widinie juga Melfa menurut minggir. Nikita menahan emosi, kedua tangannya sudah terkepal menjadi sebuah tinju. Sebelum kaca mobil itu tertutup Willa masih sempat melihat wajah cowok aneh itu. Dia terlihat sangat galak dan dingin.

“Sialllllll….!!!!!!!!” teriak Nikita setelah mobil itu melaju jauh.

“Dia sangat sombong” Geram Willa.

“Setuju,” Melfa menambahi. “Ehh,, bukankah yang tadi duduk di samping cowok aneh itu Martin?”

“Martin siapa Mel??” tanya Widinie sambil menggaruk kepalanya.

“Martin, abang kelas kita dulu,” Ujarnya. “Martin, Shendy dan Endrik juga satu lagi siapa yah, aku sudah lupa.”

Willa terdiam mendengar kata-kata Melfa. Hanya satu nama yang terlintas dipikirannya saat itu juga. Mungkin kah cowok yang aneh yang tidak asing baginya itu Vidison yang amat dicintainya dulu. Yang begitu berharga dimatanya dulu. Tapi dia bukannya, tidak berada di Negara ini. Ntah lah dia bahkan tidak mau memikirkan cowok itu lagi.

Willa pertama yang bergerak dari tempatnya berdiri, dia melangkah ke mobil sedan itu di pakirkan.

“Nikita!!” panggilnya. “Ayo lah, nyalakan mobilnya,” teriaknya ketika membuka gagang mobil tidak terbuka sama sekali.

Nikita pun menekan remot mobilnya dan berjalan menyusul Willa diikuti Widinie dan Melfa.

Yah tuhan, jika cowok tadi itu memang Vidison tolong biarkan ini yang terakhir kali aku berjumpa dengannya. Aku tidak mau melihatnya lagi setelah apa yang terjadi 6 tahun yang lalu, doa Willa dalam hati saat sedang dalam perjalanan pulang.

Setelah sampai di rumah, Willa langsung masuk ke kamar. Merebahkan tubuh ke kasur yang empuk itu. Aahh betapa capeknya kaki ini setelah jalan-jalan seharian. Dia termenung, tatapannya kelangit-langit kamar. Mengingat Vidison lagi. Banyak yang dipikirkannya seperti : Kenapa aku bahkan tidak mengenalinya sama sekali setelah 9 tahun menyukai dirinya. Mengapa Vidison kembali lagi setelah 6 tahun berlalu. Bagaimana kabar Vidison sekarang. Apakah dia sudah berkeluarga sekarang. Untuk apakah dia kembali lagi. Dan masih banyak lagi yang dipikirkannya.

Beberapa saat kemudian kantuk pun menjemput kesadarannya. Entah berapa lama gadis itu jatuh tertidur.

To be Continue ....
Love me -1 - Part2

# sudah baca novel nya menarik kagak, pasti menarik dong , mulai hri nie saya akan Update setiap hari novel tersebut
Setiap jam 22.00

Supaya para pembaca tidak ketinggalan
Join this site di blog ini ya
Atau
Menfavorite kan di broswer ,mozzila ,chorme,opera.

Thank you

 

Instalasi Listrik Garansi (langsung ditempat) Sumatera Utara

Tukang Yang Handal dan berpengalaman 15 tahun Mengapa anda butuh Jasa Instalasi Listrik???? Pengalaman instalasi listrik yang saya miliki...