Malam itu ketukan pintu kamar terdengar. Willa sedang tiduran di kasurnya sambil mendengar headphonenya.
“Willachell..” panggil mamanya. “Temanmu datang mencarimu.”
Willa langsung terperanjat duduk di kasurnya dan melepaskan headphonenya. Dia langsung bergegas menghampiri pintu dan membukanya.
“Apa? Temanku di bawah? Siapa ma??”
“Tiga sahabat baikmu,” kata mamanya di iringi senyum.
Dengan cepat Willa berlari turun ke bawah dan mencapai temannya di ruang tamu.
“Ada apa kalian ke sini??” tanyanya bingung.
“Kami mau mengajak kamu pergi Wil,” jawab temannya riang.
“Kalian selalu tidak mau mengabari dulu kalau mau ngajak keluar, selalu mendadakkan. Tunggu lah sebentar aku siap-siap dulu,” katanya sembari meninggalkan temannya.
15 menit kemudian dia kembali menemui temannya.
“Aku sudah siap.. Ayo kita pergi.”
Willa berjalan dengan langkah cepat, ketiga temannya berdiri dan menjajari gadis itu hanya dalam waktu 4 detik.
Setelah berpamitan mereka pun pergi dengan mobil sedan yang di bawai Nikita.
“Kita mau kemana?” kata Willa setelah 5 menit duduk dalam mobil.
“Kita akan ke pub. Kau tau, Widinie sedang putus cinta,” seru Melfa.
“Putus cinta sama siapa?” tanya Willa bingung. Dia bahkan tidak tau bahwa Widinie sedang dekat dengan cowok baru. Kenapa Widinie tidak pernah memperkenalkan dan menceritakan padanya. “Kenapa kamu tidak cerita padaku Wid?” wajah Willa berubah jadi cemberut.
“Kami berdua aja tidak tau Wil. Dia tadi menelponku dan menyuruhku menjemput kalian. Huh! aku seperti supir saja,” cerocos Nikita.
“Maap deh, nggak pernah kasih kalian tau. Kalian kan sibuk,” Widinie berusaha membela dirinya sendiri.
“Alasan kamu wid,” kata Melfa tajam.
“Ceritakan padaku lelaki mana yang kamu suka?” Willa merangkul bahu widinie.
“Dia tinggi dan tampan, aku kenal dia dari kantorku. Dia karyawan baru di kantorku. Awalnya ku kira dia suka sama aku, soalnya dia perhatian banget. Tapi, nyatanya aku cuma di phpin. Sakit hatikuu..” suara widinie terdengar serak, air matanya seakan mengalir keluar.
“Sudah-sudah Wid, jangan nangis. Hari ini kita minum sampai mabuk. Okay??” hibur Nikita.
Selesai memakirkan mobil, Nikita dan Melfa mendorong pintu pub itu yang sudah menjadi favorit mereka.
“4 botol anggur putih,” kata Nikita kepada pelayan bar pertama yang dilihatnya. Sedangkan ketiga temannya menunggunya di pojok tergelap pub itu, lalu mereka mengempaskan diri ke kursi. Widinie masih terisak-isak.
5 menit kemudian Nikita datang dengan 4 botol anggur putih.
“Nah!! Minumlah Wid,” Melfa menyerahkan segelas anggurnya kepada Widinie. “Ini akan membantu mengobati lukamu.”
Widinie menerimanya dan “Terima kasih.”
Ternyata saat itu Vidison dan temannya juga berada di pub yang sama. Bahkan mereka lebih awal sampai di bandingkan orang Willa dan temannya. Mereka duduk agak depan.
“Ada masalah apa vid? Tumben kamu ngajak minum?” tanya Martin.
“Tadi sore aku sedang menjalankan pekerjaanku, menagih utang sama satu cowok yang bernama Justin. Tiba-tiba cewek gila itu muncul.”
“Cewek gila siapa?” tanya Endrik dengan nada ketawanya.
“Willachel,” dia terdiam sebentar. Lalu menceritakan kejadian tadi sore kepada temannya itu.
“Ohh, jadi apa yang akan kamu lakukan lagi vid?. Kamu mau menghindar lagi dari dia setelah 6 tahun menghilang?” komentar Shendy
“Aku bukan menghilang Shen. Tapi kerja.”
“Iya menghilang sekalian kerja.”
“Terserah lah,” Vidi tersinggung.
“Kamu marah lagi ketika membahas nama Willa.”
“Tidakkkk,” katanya lirih. “Siapa juga yang marah.”
2 jam kemudian sudah jam 12 malam. Mereka semua sudah mabuk.
“Aku ke toilet dulu,” Willa meneguk anggurnya yang sudah tinggal tetes terakhir baru berdiri terhuyung-huyung lalu maju beberapa langkah dengan sempoyongan. Ketiga temannya bahkan sudah tidak sadar lagi.
Dalam toilet Willa memuntahkan minumannya. Hari ini dia tidak minum terlalu banyak lalu kenapa dia bisa muntah?. Masih dengan langkah sempoyongan dia keluar dari toilet dan tak sengaja menabrak seseorang lagi. Seseorang itu ternyata Vidison. Willa mengangkat wajahnya dan mereka berdua bertatapan. Pandangan mata Willa buram tidak terlihat begitu jelas wajah cowok di depannya.
“Ehh.. Vidison?” katanya putus-putus. “Kau kah itu?” Willa mengangkat tangannya untuk memegang pipi cowok itu, tapi pria itu malah menipisnya.
“Lihat lah..” Dia berkata dengan gaya mabuknya yang tak pernah berubah. “Aku mulai terlihat gila. Mana mungkin orang di depan mataku ini Vidi.”
Tiba-tiba Willa merasa mual, secara refleks dia muntah kebaju Vidison. Wajah Vidi langsung berubah cepat. Dia merasa sangat marah kepada cewek ini. Tapi apa yang bisa di lakukannya, cewek ini malah merepotkannya untuk menangkapnya ketika dia pingsan mendadak.
“Kamu jahat Vidi,” gumam Willa dengan mata terpejam.
Vidi menghela napas panjang. Dia bahkan masih bisa memakiku dalam keadaan tidur, kalau aku jahat udah ku biarkan kamu jatuh tidur di lantai. Gerutunya dalam hati.
Mata temannya terbelalak begitu di lihat Vidi mengendong seorang cewek ke tempat mereka.
“Cewek???. Wahhh keren Bro,” salut Endrik.
Mereka bertiga berdiri untuk menyambut Vidi dan cewek yang di gendongnya. Dan begitu tiba, Vidi lalu menghempaskan tubuh Willa di kursi panjang itu, mata temannya semua tambah terbelalak dan tak terpejam sedikit pun. Rasa tak percaya begitu besar.
“Ini Willa, Vid?” tanya Martin ragu dengan penglihatannya sendiri.
Vidi mengangguk, “Dia sangat merepotkan.”
“Bagaimana bisa kamu membawanya?”
“Aku tadi ketemu dia di depan toilet dan dia mabuk, terus memuntahkan ini semua ke bajuku. Uuhh sial, malah bau banget lagi,” Vidi menunjuk baju kemejanya.
“Sudah nasibmu Vid. Ini dua kalinya kamu di gituin sama dia,” ngejek Shendy.
“Jadi bagaimana ini? Kamu yang mengurusnya sendiri kan?”
“Ehh tidak..” jawab Vidi ketus.
“toast!!” gelak Willa sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan mata terpejam. Mereka semua kaget dengan suaranya yang tiba tiba muncul.
“Oohh ternyata begini wajah seorang Willa saat mabuk. Dia terlihat begitu cute Vid,” goda Shendy.
“Jadi bagaimana ini?. Masa iya kita yang membawa dia pulang?. Dia datang sama siapa yah kira-kira?” tanya Endrik.
Martin tiba-tiba meraba kantong saku Willa, berharap menemukan handphone-nya.
“Sedang apa kau Tin?” tanya Vidi bingung.
“Mencari handphonenya. Kita akan menelpon orang tuanya untuk mengantarnya pulang,” jawab Endrik.
“Aku yakin dia ke sini pasti barengan sama sahabatnya. Kita harus mencari sahabatnya dan mengembalikan dia kepada mereka,” Usul Vidi.
“Usulan yang bagus. Kamu topang dia yah Vid.”
Mereka bertiga pergi duluan meninggalkan Vidi bersama gadis yang sudah tertidur pulas itu. Dia bahkan tidak sadar sedang di topang oleh Vidi.
Akhirnya dengan mulut masing masing menganga, mereka menemukan ketiga temannya di pojok. Dan yang parahnya, ketiga sahabatnya itu tak ada bedanya dengan Willa. Mereka juga tertidur pulas.
“Hari yang sial sepertinya. Sana gendong mereka,” Vidi mendorong temannya untuk mengendong Nikita, Melfa dan Widinie.
“Ehh kenapa kita yang repot-repot begini sih?” tanya Martin.
“Eh jangan sentuh gadis ini, ini gadis yang ku incar,” protes Endrik ketika Martin mau mengendong Widinie. Akhirnya dia beralih mengendong Melfa yang duduk di sebelah Widinie.
“Mau kita bawa kemana ini Vid?” tanya Shendy setelah keluar dari pub.
“Tidak mungkin membawanya ke rumahku. Orang tuaku pasti bakal marah-marah besar. Ke rumahmu gak bisa Shen?” Vidi menanya balik.
“Gila kamu, mana mungkin. Rumahku sempit. Rumah Martin bisa tu. Dia kan tinggal sendiri”.
“Bagaimana Tin?” Mereka menatap Martin.
“Yah sudah lah, rumahku pun jadi lah. Yang penting cepat ini, aku sudah tak sanggup lagi. Ini cewek gila benar, berat sekali.”
Mereka pun menuju mobilnya. Ketika hendak memasukkan Nikita ke dalam mobil, tiba tiba kunci mobilnya keluar dari kantong sakunya.
“Eh dia membawa mobil,” kata Shendy.
“Kalau gitu kamu bawa mobilnya Shen. Kamu En, ikut Shendy aja, biar Martin sama aku.”
“Oke”.
Shendy menekan remot kunci mobil Nikita untuk mencari tau di mana mobilnya di pakirkan. Suara mobil terdengar jelas di telinga Shendy dan Endrik
Martin memasukkan kunci rumah dan memutarnya, pintunya kemudian terbuka. Ia meraba-raba dalam gelap, mencari sakelar untuk menyalakan lampu. Rumah ini merupakan rumah kost Martin, di dalamnya tidak begitu besar. Hanya ada ruang tamu, kamar dan ruang dapur juga kamar mandi. Mereka masuk dan membaringkan ke empat cewek itu di kasur miliknya Martin.
“Ehh kalian mau kemana?” tanya Martin sambil menyeka butiran butiran keringat di dahi ketika di lihat ketiga temannya hendak berjalan keluar dari kamarnya
“Pulang..” jawab Shendy dan Endrik barengan dengan santai.
“Kalau gitu aku ikut kalian pulang.”
“Eh jadi mereka siapa yang jaga?”
“Nah yang usulin mereka ke sini siapa?. Yah dia loh yang jaga.” ujar Martin sambil merangkul Shendy dan Endrik. “En, aku nginap di rumah kamu.”
“No.. No.. No.. Kalian tidak boleh pergi. Atau gak lebih adilnya kalian semua gak usah pulang. Kita semua tidur di sini!” usul Vidi lagi.
“Kamu mau tidur dimana Vid?. Mau tidur di kasur barengan mereka?” tanya Endrik dengan dahi berkerut.
“Kita tidur di lantai. Atau gak kita pindahkan mereka ke lantai biar kita yang tidur di kasur?. Gimana??”
Shendy dan Martin setuju-setuju saja. Tapi Endrik, sepertinya dia tidak tega melihat cewek tidur di lantai.
“Kamu kenapa En? Tidak setuju?” tanya Shendy.
“Dia tidak tega melihat, melihat siapa sih nama cewek ini?” Martin menunjuk Widinie yang sedang tidur pulas. “Astaga, bahkan kita pun tidak mengenali mereka sama sekali, aku hanya ingat Willachel saja. Mereka adalah orang asing tapi kenapa aku membiarkan mereka tidur di rumahku, aku sungguh gila,” tambah Martin.
“Sayang sekali En, tapi kami yang menang, terpaksa cewek lo harus tidur di lantai,” goda Vidi.
“Jadi kamu benar benar naksir cewek ini?” tanya Shendy.
“Lihatlah dia cantik sekali ketika tidur,” gumam Endrik.
“Hoamm.. Aku sudah ngantuk Vid, cepat pindahkan mereka ke bawah,” perintah Martin.
“Ehh kao tega kali Tin, lantainya di lapisi kain atau selimut kek. Nanti mereka masuk angin.”
“Iya iya cerewet,” maki Martin. Dia membuka lemarinya dan mengeluarkan selimut panjang.
Aahhh enak sekaliiii…” teriak Shendy ketika mereka sudah tidur di atas kasur. Sedangkan ke empat cewek itu sudah di pindahkan ke lantai. Endrik dan Martin tidur di pinggir kasur. Vidi dan Shendy tidur di tengah-tengah.
“Aku tidak bisa membayangkan ketika di tengah malam aku menyepak Endrik, lalu dia jatuh menimpa gadis-gadis itu gimana yah?”
“Maka Endrik lah yang siap-siap untuk di tabok gadis-gadis itu,” jawab Vidi. “Sudah lah, ayo kita tidur. Tin matikan lampunya.”
Lampu kamar di matikan. Semua sudah mulai memejamkan mata, tapi Endrik dia masih belum merasa ngantuk sama sekali. Dia melihat ke bawah untuk menatap Widinie yang sedang tidur. Rasanya memandanginya sampai pagi dia pun tidak keberatan. Dia bingung baru hari ini melihatnya, tapi dia sudah bisa memendam rasa suka padanya.
Aku memang playboy, katanya dalam hati
To be continue....
LOve me season 2 - part 1
#wuah gmna para pembaca enak tidak bacanya? Cmn admin sni bca 1 rumah 4 cowo 4 cewk apa bsa dtmptkan tdrnya? Psti para pembaca juga udah terbayang bgaimana desain rmhnya
Pgen thu lebih jelas lgi para pembaca
Saksikan setiap hari jam 22.00 akan diupdate :)
Sumber : https://wilianachen.wordpress.com/about-me/
Www.gajahmada2medan.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar