Pagi itu sungguh berisik, ketika suara teriakan keras keluar dari mulut-mulut gadis itu mengalahkan gelegar suara petir. Yang membuat empat cowok tersebut terbangun berbarengan.
Gimana tidak terkejut?. Gadis-gadis itu begitu bangun sudah melihat diri mereka tidur di lantai. Dan malah ada banyak laki-laki yang enak-enakkan tidur di kasur.
“Ada apa, ada apa??” tanya Martin gelisah. Mereka berempat langsung bangun dan berada pada posisi duduk.
Willa mengerjap-ngerjap matanya, takut dia sedang bermimpi. Mana mungkin salah satu cowok yang sedang duduk tenang itu Vidison.
“Bagaimana kami bisa di sini?. Dan siapa kalian?” tanya Nikita.
“Apa yang kalian lakukan ke kami?” Melfa menutupi tubuhnya dengan selimut yang di pegangnya.
“Kalian yang di Mall waktu itu kan?” Widinie menunjuk pria-pria itu.
“Tenang-tenang, Vidi akan menceritakan semuanya,” kata Shendy dengan tenang.
“Vidi? Vidi siapa?” tanya Widinie heran.
“Vidison,” jawab Shendy. “Kalian pasti ingat siapa dia kan?, Tapi kalian ingat kami kagak?”
“Vidison???” teriak ketiga temannya bersamaan lalu memandang ke arah Willa. Melfa menutup mulutnya kaget, Nikita menatap Willa tanpa berkedip dan Widinie juga menatap Willa dengan mulut ternganga. Willa sendiri? Dia tampak kaget sekaligus tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi.
“Kamu Vidison 6 tahun yang lalu? Vidison?? Vidison apa nama kepanjanganmu?” Tanya Widinie sambil menggaruk kepalanya.
“Vidison Laurence,” jawab Endrik dengan sedikit gugupan.
“Iya aku vidison. Mereka ini….”
“Kami sudah tau,” potong Melfa cepat. “Kamu Martin, Shendy dan Endrik kan?”
Mereka mengangguk.
“Kami pingin tau bagaimana kami bisa di sini?” tanya Melfa lagi.
“Tapi kami tidak ingat dengan nama kalian,” elak Endrik
“Saya Melfa, ini Nikita, Widinie dan Willa.”
“Oohh,, senang berkenalan dengan kalian. Boleh kita jadi teman?” tanya Endrik kepada Widinie. Dia mengulurkan tangannya pada gadis itu, tapi belum sempat Widinie menerima ternyata Melfa sudah cepat menipiskan tangan endrik, “Beritahu kami apa yang terjadi?”
“Kamu berisik banget sih,” Tergur Martin kepada Melfa.
“Apa urusanmu?. Kita Cuma mau tau penjelasannya, makanya cepat beritahu dan aku akan menutup mulut.”
Akhirnya mereka pun menceritakan kejadian tadi malam kepada gadis-gadis itu. Beberapa detik kemudian gadis-gadis itu mengangguk mengerti.
“Tapi kalian beneran tidak melakukan hal yang buruk pada kami kan?” tanya Melfa untuk memastiin lagi.
“Tidakkkk!!!” jerit ke empat cowok itu berbarengan.
“Baiklah tidak usah pake jerit. Oh udah jam berapa? Aku bisa terlambat.”
“Kami pulang dulu yah, sampai jumpa. Makasih penginapannya” Widinie, Nikita dan Melfa melambai tangan dari dalam mobil. Willa hanya menunduk tanpa berkata apa-apa. Jendela mobil tertutup ketika mereka keluar dari pekarangan rumah Martin.
“Bahaya ini, aku pasti kena merepet begitu sampai di rumah,” desah Widinie.
“Apalagi aku. Tidak ada sedikit pun telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku tidak pulang,” seru Nikita.
“Aku lapar, bagaimana kita sarapan dulu,” ajak Melfa. “Wil.. kamu kenapa? Kenapa diam saja?”
Nikita melihat Willa dari kaca depan mobilnya, sejak pagi ini Willa memang banyak diamnya, bahkan mereka sama sekali tidak mendengar sekecil suara pun yang keluar dari mulutnya.
“Kamu masih gugup yah?” goda Nikita.
“Ti.. tidak.”
“Kamu yang sabar yah Wil, aku tau kamu pasti udah lupain Vidi kan?. Ini sudah 6 tahun. Perasaan kalian berdua pasti telah berubah.”
“Tapi kenapa kita tidak ingat dia yah dari pertama bertemu. Kenapa kita hanya ingat temannya?”
Handphone Willa berdering, dia melihat nama yang terpampang di layarnya. Mama!!!
Willa menyuruh temannya diam lalu menjawab telpon mamanya.
“Halo??” sapa Willa dengan suara ketakutan. “Aku, aku semalam nginap di rumah Nikita, Ma. Iya, iya aku lupa. Maafin aku Ma. Iya lain kali tidak bakal terjadi hal seperti ini lagi. Oh aku gak pulang ma, ini bareng teman pergi sarapan langsung ke kantor.”
“Ada apa?. Kena marah?” tanya Nikita dan Melfa berbarengan setelah melihat Willa menutup telponnya.
“Hanya di beri peringatan. Tapi aku takut nanti malam pulang bakal di ocehin oleh kedua abangku,” desah Willa.
Suasana diam sesaat. Mobil kemudian berhenti di depan cafe.
“Sudah sampai girls,” kata Nikita, dia melepaskan sabuk pengamannya.
♫ ♫ ♫
Willa sampai di kantor tepat pukul 9. Dengan baju semalam dia datang kerja, Sherica menyapa dia seperti biasa. Tapi dia mengerutkan dahi untuk hari ini.
“Kenapa dahimu terus berkerut Sher? Ada yang salah?” tanya Willa sambil memeriksa berkas file yang terdapat di ruang rapat.
“Kamu aneh pagi ini. Biasanya kami paling harum kalau datang kantor, tapi kenapa hari ini kamu malah bau..??” Sherica mendekati tubuh Willa dan mencium aroma tubuhnya, “Alkohol? Kamu minum alkohol??”
“Iya hanya sedikit.”
“Iihh kamu nggak ngajak aku,” wajahnya tampak cemberut.
“Maap deh, next time pasti aku ajak,” hibur Willa.
“Emangnya kamu ada masalah apa, sampai minum alkohol?. Kenapa kagak cerita?” dia menatap Willa dengan raut wajah khawatir.
“Tidak apa apa,” Willa meletakkan tangannya di atas tangan Sherica, seakan menghilangkan kekhawatirannya. “Sungguh.”
Akhirnya Sherica mengangguk, dan beberapa detik kemudian mereka kembali bekerja
♫ ♫ ♫
Ketika makan siang tiba, Sherica menghampiri ruangan Willa. Dia mau mengajak Willa makan siang di cafe bersamanya. Dan sekarang mereka sudah tiba di cafe tersebut. Setiap jam makan siang cafe itu selalu di penuhi keramaian. Cafe ini memberikan banyak ketenangan kepada pengunjung. Jadi tidak aneh kalau cafe ini selalu ramai.
“Cappucino dua sama hamburgernya,” kata Willa kepada pelayan yang melayani mereka. Sherica hanya memerhatiin. Mereka duduk berhadapan.
“Tempat ini sungguh ramai,” kata Willa ketika sudah selesai memesan. Dua gadis itu melihat sekeliling. Dan matanya Sherica tiba-tiba tertegun melihat Justin. Justin duduk selisih tiga meja di depannya bersama seorang pria ganteng.
“Wil.. Itu Justin kan? Sama siapa dia? Cowok itu ganteng banget.”
Willa pun berbalik dan seketika merasa dirinya mematung. Cowok itu Vidison lagi. Apa Vidison menagih utangnya lagi. Tapi bukankah batas waktunya dua minggu. Tanyanya dalam hatinya.
Dia mengedikkan bahu dan menjawab,
“Sepertinya kau salah orang.”
“Mana mungkin Wil. Dia mirip Justin, lihat gagang kaca matanya!! Aahh aku harus nyusul dia. Sekalian kenalan dengan cowok di depannya itu. Dia sanget ganteng.” Sherica berdiri dan melangkah ke arah meja Justin dan Vidison. Willa hanya menatap kepergian Sherica, dia tidak mungkin mengikuti ide gila Sherica.
“Oke.. Willa mulai sekarang kamu jangan mikirin Vidi lagi. Anggap saja dia masih belum pulang,” dia berkata pada diri sendiri. Lalu melanjuti makanannya.
♫ ♫ ♫
“Hei, Justin,” sapa Sherica ketika tiba di meja mereka. Kedua pria itu menoleh dan menatapnya.
“Heii,” balas Justin datar. “Sedang apa kau di sini? Dan sendirian?”
“Makan siang. Oohh tidak, sama Willa kok.” Sherica menunjuk Willa yang sedang menikmati makanannya.
Vidi dan Justin hanya melihat punggung belakangnya.
“Kenapa dia tidak ikut kamu ke sini?” tanya Justin. Sedangkan Vidi hanya menonton mereka berdua.
“Dia tidak mau, katanya lapar. By the way,siapa dia Jus?. Kenalin kek.. haha.”
“Ohh iya, ini namanya Vidison temanku. Bro ini teman kerjaku namanya Sherica, cantik kan?”
Sherica mengulurkan tangan ke arah Vidi, tapi Vidi bersikap dingin. Dia tidak membalas uluran tangan Sherica, melainkan dia berdiri dan berjalan ke meja Willa. Menarik tangannya dengan kasar dan akhirnya Willa berdiri. Dia kaget dan menatap tak mengerti kepada Vidi.
Vidi menarik tangan Willa dengan paksa, namun Willa bukannya menggelak dia malah membiarkan tangannya di tarik keluar dari cafe yang sangat membuatnya malu. Willa menatap punggung belakang Vidi yang sedang menuntun jalan, lalu menatap genggaman tangan yang begitu kasar. Tak sadar debaran jantungnya menggila di dalam dadanya.
Vidi melepaskan tangan Willa saat berada di taman, tepatnya hanya seberang dari cafe tersebut. Tatapan Vidi kepada Willa masih seperti dulu. Dingin dan tak berperasaan. Bibirnya tak sekali pun tersenyum. Dia seperti dara devil dengan trisula api di tangan kanan dan tanduk di kepalanya. Begitulah pemikiran yang ada di dalam kepala Willa saat ini.
“Aku harap ini yang terakhir kali kita bertemu. Jadi aku mohon anda jangan muncul di hadapanku lagi,” katanya tegas.
Usai berkata begitu dia langsung pergi, membiarkan Willa yang masih berdiri mematung di sana sendirian. Lalu perlahan lahan kakinya lemas hingga akhirnya dia terjatuh dan duduk di atas rumput, air mata pun menetes.
Setelah merasa air matanya sudah habis dia baru bisa berhenti menangis. Gadis itu berdiri perlahan dengan lutut yang nyaris tidak stabil hingga akhirnya dia hampir jatuh tapi ke buru di tangkap oleh seseorang.
“Shendy…” kata Willa, dia langsung refleks berdiri tegak.
“Kau tidak apa apa??”
“Tidak,” katanya serak dan lirih. “Tidak, aku baik-baik saja.”
“Tapi.. Tapi,” dia tampak heran.
“Kok kamu bisa di sini?” Willa tanya heran balik.
“Aku ketemuan dengan seseorang.”
“Oohh, kalau begitu aku duluan yah. Mau balik ke kantor dulu yah.”
“Kau yakin kau tidak apa–apa?.”
“Tidak, tenang saja.”
“Baiklah. Hati hati Wil.”
To be continue....
Love me (season 2)- Part1
#Menurut admin nya si penulis tersebut kebanyakan Baca komik ,knp?? Karna dikomik2 aja lah yang ada tulisan seperti dara devil dengan trisula api ditangannya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar