Pagi itu Willa terbangun dengan rasa malas yang luar biasa. Tetapi mau tak mau dia juga harus bangun, dia harus semangat untuk kembali bekerja. Diliriknya jam kecil di atas nakas di samping tempat tidurnya, jam sudah menunjukkan pukul 7 dia sudah harus bersiap-siap untuk mandi.
Di ayungkan kakinya turun dari tempat tidur, lalu meregangkan tubuh dan mengambil handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Dinginnya air yang memuncrat keluar dari showhead membuat seluruh saraf Willa benar benar bangun. Sesiap mandi dia memblow rambutnya yang basah denganhair dryer.
Akhirnya, dia selesai.
Diraih tasnya dan turun ke bawah. Semua keluarganya sudah menunggunya di ruang makan.
“Morning sayang!!” sapa mama sambil menyerahkan piring ke papa.
“Morning juga ma,” sapa Willa dengan nada yang ceria, dia kemudian menarik kursi dan lalu mendudukinya.
Selesai sarapan, Willa langsung berpamitan pada mama papanya. Lalu membukakan pintu untuk mengeluarkan mobil inova berwarna putih yang biasa dia bawa. Mobil itu adalah mobil yang dipinjamkan oleh perusahaan. Bila dia sudah tidak bekerja lagi di sana maka mobilnya harus di kembalikan.
Jarak rumahnya dengan perusahaannya memakan waktu selama hampir setengah jam, belum lagi kemacetan yang terjadi.
☠ ☠ ☠
“Bagaimana liburan kamu semalam?”
Suara Sherica terdengar di telinganya, begitu ia masuk ke kantor perusahaannya tempat dimana dia bekerja. Sherica menyambut kedatangan teman rekannya itu.
“Seperti biasa Sher, kenapa?” tanyanya bingung.
“Tidak apa-apa. Kamu tidak mengajakku, Wil. Aku kan pingin ikut gila-gilaan sama temanmu juga,” protes Sherica.
Willa diam tanpa berkata. Gimana aku mau ngajak kamu, kamu aja mainnya kasar. Katanya dalam hatinya sendiri. Dulu pernah Willa mengajak Sherica gabung bersama temannya. Sesudah mereka mengantar Sherica pulang, temannya semua protes kepada Willa. Mereka tidak mau untuk kedua kali keluar sama orang yang namanya Sherica lagi, sumpah dia nyebelin dan kasar.
“Dengar nggak Wil??” suara Sherica mengejutkan Willa dari lamunannya. “Lain kali aku ikut yah?”
Dari pada menyetujui ajakan dia yang mungkin bakal ditolak, Willa lebih memilih untuk tidak menjawab.
“Aku harus kembali bekerja Sher,” katanya lalu berkelok-kelok menyusuri ruangan menuju mejanya.
Willa merebahkan tubuhnya dikursi beroda itu. Sepertinya pikirannya melayang kesosok cinta pertamanya dulu. Setelah sekian lama sosok itu pergi meninggalkannya sekarang dia muncul lagi. Perlahan-lahan ingatan dulu tentang sosok itu terlintas dibenaknya. Ia kemudian menutupi wajahnya dengan tangannya.
Pukul 5 lebih, kantor telah sepi. Semua karyawan sudah mulai pulang. Willa keluar dari ruangannya.
“Aku duluan yah Sher,” katanya sambil melambai tangan ke arah temannya dari dalam mobil putihnya, yang hanya dijawab dengan anggukan.
☠ ☠ ☠
Dalam perjalanan, mobilnya harus berhenti karena lampu berwarna merah. Saat itu, dia menyalakan radionya agar suasana tidak kelihatan sunyi. Dia memandang sekeliling jalan juga ke samping. Tiba-tiba matanya tertuju ke suatu tempat.
Justin!!! Apakah itu Justin? Dia bersama siapa? Tanyanya dalam hati. Lihat sekilas sepertinya itu memang Justin. Justin adalah teman kuliahnya dulu, juga jadi rekan kerjanya sampai sekarang. Justin di seret masuk ke sebuah lorong bersama 3 pria dengan tubuh besar dengan wajah yang menyeramkan. Melihat itu Willa tak bisa menahan diri untuk tidak menolong pria itu. Dia menarik tuas persneling dan menginjak gas, mobil kemudian melaju ke samping setelah lampu berwarna hijau dan berhenti. Dia melepaskan sabut pengamannya dan keluar dari mobil. Gadis itu menyusul Justin masuk ke dalam lorong tersebut.
“Jadi kapan kamu akan bayar Mr. Justin?” tanya salah satu pria. Tangan kanannya menunjuk dadanya Justin. Tapi Justin hanya bisa menunduk
“Tolong.. Berikan aku beberapa minggu lagi, sekarang aku masih belum punya uang untuk membayarnya,” katanya, suaranya gemetar.
3 pria itu berbalik ke belakang, “Jadi bagaimana bos??” tanyanya kepada seseorang yang di panggil bos. Dia baru aja keluar dari tempat persembunyiannya.
Seseorang itu berjalan mendekati Justin dengan kedua tangan terbenam di dalam saku. Justin menunduk dan semakin ketakutan begitu langkahnya berhenti dan tubuhnya sudah berada di depan matanya. Cowok itu mengeluarkan tangannya dari sakunya. Tangan yang seakan hendak menyentuh pipi Justin itu terpaksa menggantung di udara ketika tiba-tiba terdengar suara Willa yang berteriak keras.
“berhentiii!!!!….” teriaknya keras. “Kalau tidak aku akan menelpon polisi,” ancamnya.
Justin juga ketiga pria itu melihat ke arah Willa.
“Siapa anda? Mau cari ma…..”
Kalimat dari salah satu pria itu terpotong ketika seseorang itu mengangkat sebelah tangannya. Dia kemudian berbalik dan kini mata Willa terbelalak. Dia tertegun melihat ‘VIDISON’. Tiba-tiba dia merasa dadanya sesak, jantung berdebar kencang.
Vidison menatap tajam ke arah Willa, tidak ada seulas senyum pun yang merayapi bibirnya itu.
Dia… Dia masih Vidison yang seperti dulu, dia tidak berubah sama sekali. Tatapan tajam yang selalu dia lontarkan kepadaku dan senyum yang tak pernah dia perlihatkan padaku, sampai sekarang pun tetap begitu. Yah tuhan, kenapa aku sampai tidak mengenali dia?, Desah Willa dalam hati.
“Dua minggu!!!” kata Vidi tersenyum tipis.
Akhirnya dia melangkah menjauhi Willa dan keluar dari lorong tersebut di ikuti dengan anak buahnya. Selama beberapa saat Willa hanya berdiri terpaku memandangi punggungnya yang semakin jauh.
“Wil…” panggil Justin. Dia membetulkan letak kaca matanya yang sempat bergeser tadi. “Bagaimana kau bisa tau aku ada di sini?” tanya nya lagi.
“Aku, aku tadi melihat kamu pas dalam perjalanan pulang. Sebenarnya apa yang terjadi Jus?, Kenapa mereka mau mencelakaimu?”
“Mereka itu rentenir,” Jawab Justin datar.
Apa?? Rentenir katanya?? Bagaimana mungkin?. Vidison dulu tidak pernah mau melakukan hal yang seburuk ini. Masa iya dia pergi ke Negara lain, pulang langsung jadi seperti ini?. Tak masuk akal banget. Cetusnya dalam hati.
“Kenapa kamu minjam uang sama rentenir?”
Justin diam sesaat, “Aku terpaksa minjam uang sama mereka buat bayar operasi adikku.”
Willa mengangguk-angguk mengerti, “Kamu harus berhati-hati. Orang rentenir berbahaya. Kalau bisa secepatnya kamu harus mengembalikkan uangnya.”
“Iya aku tau itu. By the way terima kasih banyak yah.. Berkat kamu aku tak jadi di celakai. Kamu memang hebat Wil..”
Willa tertawa keras, “ada-ada aja. Tu kan sudah wajar kalau ada hal yang seperti begitu harus di ancam dengan nama polisi, baru mereka takut dan pergi.”
Willa tau kata-katanya tidak benar sama sekali. Dia tau Vidi bukan orang yang gampang percaya sama orang. Dia pergi karna tidak mau ketemu dan melihat dirinya, itu saja.
☠ ☠ ☠
“Bos.. Kenapa anda membiarkan mereka? Kenapa tadi boss pergi? Boss takut?” ujar salah satu anak buahnya Vidi, setelah mereka duduk di dalam mobil.
Vidi terdiam matanya melihat keluar jendela, ntah apa yang di pandangnya.
“Berhenti…!!!” kata Vidi seketika.
Mobil itu berhenti di pinggiran.
“Kalian keluar semua..” perintahnya.
“Baikk..” anak buahnya menurut keluar semua.
Vidi membuka pintu mobil belakang dan keluar untuk menukar posisi tempat duduk. Lalu mobil Volga itu melaju cepat.
Vidi mengambil ponselnya untuk menelpon temannya. Setelah beberapa detik, terdengar suara dari seberang sana.
“Hallo,” sapa Endrik.
“En.. Ni aku Vidi,” katanya datar. “Ketemuan di tempat biasa yah. Aku tunggu kalian semua.”
“Ok Vid.”
Panggilan yang hanya beberapa menit saja itu sudah terputus. Ntah kenapa Vidi pingin minum hari ini dan dia butuh teman untuk menemaninya pergi minum.
To be continue....
Love me -1-part3
#Di Update setiap hari pukul 22.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar